Kisah Teladan Said bin Amir al-Jumahy

8 Desember 2009
 Said bin Amir Al Jumahi termasuk seorang pemuda diantara ribuan orang yang pergi ke Tan’im di luar kota Mekah. Mereka berbondong-bondong kesana, yang dikerahkan oleh para pemimpin Quraisy untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman mati terhadap Khubaib bin Ady, yaitu seorang sahabat Nabi yang mereka jatuhi hukuman tanpa alasan.

        Dengan semangat muda yang menyala-nyala Said maju menerobos orang banyak yang berdesak-desakan. Akhirnya dia sampai ke depan, sejajar dengan tempat duduk orang-orang penting, seperti Abu Sufyan bin Harb, Shafwan bin Umayyah dll.

Kaum kafir Quraisy sengaja mempertontonkan tawanan mereka yang dibelenggu, sementara para wanita, anak-anak dan pemuda menggiring Khubaib ke lapangan maut. Mereka ingin membalas dendam terhadap Nabi Muhammad SAW serta melampiaskan sakit hati mereka atas kekalahan mereka dalam perang Badar.
       Ketika tawanan yang mereka giring sampai ke tiang salib yang mereka sediakan, Said mendongakkan kepala melihat kepada Khubaib. Said mendengar suara Khubaib berkata dengan mantap, ’’ Jika kalian bolehkan saya ingin shalat dua raka’at sebelum saya kalian bunuh.’’
Kemudian Said melihat Khubaib menghadap ke kiblat ( ka’bah ). Dia shalat dua rakaat, alangkah bagus dan sempurna shalatnya. Sesudah shalat, Khubaib menghadap kepada para pemimpin Quraisy seraya berkata, ’’Demi Allah ! Seandainya kalian tidak menuduhku melama-lamakan shalat untuk mengulur-ngulur waktu karena takut mati, niscaya saya akan shalat lebih banyak lagi.’’ Mendengar ucapan Khubaib tersebut, Said melihat para pemimpin Quraisy naik darah, bagaikan hendak mencincang-cincang tubuh Khubaib hidup-hidup.
        
        Kata mereka, ’’ Maukah engkau jika Muhammad menggantikanmu dan engkau kami bebaskan ? ’’
’’Demi Allah saya tidak sudi bersenang-senang dengan istri dan anak-anak saya, sementara Muhammad tertusuk duri ’’ jawab Khubaib mantap. Orang-orang yang hadir disitu langsung berteriak-teriak ’’Bunuh dia....bunuh dia! ’’
Said melihat Khubaib telah dipakukan ke tiang salib, dia mengarahkan pandangannya ke langit sambil berdoa, ’’Ya Allah, susutkanlah jumlah mereka, musnahkanlah mereka sampai binasa dan jangan Kau sisakan seorangpun juga.’’

         Akhirnya Khubaib bin Ady menghembuskan nafasnya yang terakhir di tiang salib. Sekujur tubuhnya penuh dengan luka-luka akibat tebasan pedang dan tikaman tombak yang tidak terbilang jumlahnya. Setelah itu kaum kafir Quarisy kembali ke Mekkah dengan biasa-biasa saja, seolah-olah telah melupakan peristiwa maut itu.
Tetapi Said bin Amir yang baru menginjak usia remaja tidak dapat melupakan Khubaib walau sedetik pun, sehingga dia bermimpi melihat Khubaib menjelma di hadapannya. Dia seakan-akan melihat Khubaib sedang shalat dua rakaat dengan khusyu dan tenang di bawah tiang salib. Seperti terdengar olehnya rintihan suara Khubaib yang mendoakan kaum kafir Quraisy. Said ketakutan kalau-kalau Allah SWT segera mengabulkan doa Khubaib tersebut sehingga petir dan halilintar menyambar kaum Quraisy.

       Keberanian dan ketabahan Khubaib manghadapi maut mangajarkan kepada Said beberapa hal yang belum diketahuinya selama ini, yaitu hidup yang sesungguhnya adalah hidup yang berakidah ( beriman ) dan berjuang mempertahankan akidah itu sampai mati. Lalu iman yang mantap dalam hati seorang muslim dapat menimbulkan banyak keajaiban dan mukjizat yang luar biasa. Khubaib juga mengajarkan bahwa orang yang paling dicintai oleh Khubaib dan para sahabat dengan cinta yang sangat tulus dan dalam adalah terhadap seorang Nabi yang telah dikukuhkan dari langit.

        Sejak itu Allah SWT membukakan hati Said bin Amir untuk memeluk agama islam. Kemudian dia berpidato di hadapan khalayak ramai, menyatakan alangkah bodohnya orang Quraisy yang masih menyembah berhala. Karena itu dia tidak mau terlibat dalam kebodohan itu. Lalu dibuangnya berhala-berhala yang dipujanya selama ini, kemudian diumumkannya bahwa mulai saat ini dia masuk islam.

         Tidak lama setelah itu Said menyusul kaum muslimin untuk hijrah ke Madinah. Di sana dia senantiasa mendampingi Nabi SAW, dia juga ikut berperang bersama Beliau, mula-mula dalam peperangan Khaibar kemudian  dalam setiap peperangan berikutnya.

         Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Said tetap menjadi pembela setia Khalifah Abu Bakar dan Umar RA. Dia menjadi teladan satu-satunya bagi orang-orang mukmin yang membeli kehidupan akhirat dengan kehidupan dunia. Dia lebih mengutamakan keridhaan Allah SWT dan pahalanya di atas segala keinginan hawa nafsu dan kehendak jasad.
Kedua Khalifah Rasulullah, Abu Bakar dan Umar bin Khattab mengerti bahwa ucapan-ucapan Said berbobot, dan ketakwaannya sangat tinggi. Karena itu keduanya tidak keberatan untuk mendengar dan melaksanakan nasihat-nasihat Said.

         Pada suatu hari di awal pemerintahan Khalifah Umat bin Khattab, Said datang kepadanya untuk memberi nasihat, yaitu : ” Ya Umar, bertakwalah kepada Allah dalam memimpin manusia. Jangan takut kepada manusia dalam menjalankan agama Allah dan takutlah kepada Allah dalam urusan manusia, jangan mengatakan sesuatu yang berbeda dengan perbuatan. Karena sebaik-baik perkataan adalah yang dibuktikan dengan perbuatan. Konsentrasikan seluruh perhatian anda untuk urusan kaum muslimin baik yang jauh maupun yamg dekat, berikan kepada mereka apa yang anda dan keluarga anda sukai, jauhkan dari mereka apa-apa yang anda dan keluarga anda tidak sukai. Cintailah mereka seperti engkau mencintai diri dan keluargamu, arahkan semua karunia ALLAH kepada yang baik dan jangan hiraukan cacian orang selagi di jalan Allah.”
Umar berkata bahwa siapakah yang sanggup melakukan hal seperti itu, namun Said menjawab bahwa tentu saja orang itu adalah Umar karena Allah SWT telah memberikan kepercayaan untuk mengurusi dan memerintah kaum muslimin. Dan bukankah antara anda denga Allah tidak ada lagi suatu penghalang ? jawab Said meyakinkan.

      Khalifah Umar segera menyerahkan sebuah jabatan dalam pemerintahan kepada Said, yaitu sebagai Gubernur di Himsh, tapi Said menolak dengan mengatakan wahai Umar saya mohon kepada Allah semoga anda tidak mendorong saya untuk mencintai dunia, dan Umar berkata,” wahai Said engkau pikulkan beban pemerintahan ini di pundakku kemudian engkau menghindar dan membiarkanku sendirian ? ”
” Demi Allah ! saya tidak akan membiarkan anda sendirian ” ujar Said.
Said akhirnya tidak bisa menolak permintaan Umar, setelah pelantikan Khalifah Umar bertanya kepada Said, ” berapa gaji yang engkau inginkan ? ”
” Apa yang harus saya perbuat dengan gaji itu, ya Amirul Mukminin ?” jawab  Said balik bertanya, ” Bukankah penghasilan saya dari Baitul Maal sudah cukup ? ”

      Tidak lama setelah Said memerintah di Himsh, sebuah delegasi datang menghadap Khalifah Umar di Madinah. Delegasi itu terdiri dari penduduk Himsh yang ditugasi oleh Khalifah untuk mengamati pemerintahan.
Dalam pertemuan itu, Khalifah Umar meminta daftar fakir miskin untuk diberikan santunan, di dalam daftar yang diserahkan oleh delegasi itu terdapat nama Said bin Amir. Ketika Khalifah meneliti nama-nama tsb, beliau menemukan nama Said lalu bertanya, ”Siapa Said yang kalian cantumkan ini ? ”
” Gubernur kami ! ” jawab mereka
” Betulkah Gubernur kalian miskin ? ” tanya Khalifah Umar heran.
” Sungguh ya Amirul Mukminin ! Demi Allah, seringkali di rumahnya tidak kelihatan tanda-tanda api menyala, ” jawab mereka meyakinkan.

       Mendengar perkataan itu, Khalifah Umar menangis, sehingga air mata belia meleleh membasahi jenggotnya. Kemudian beliau mengambil sebuah pundi-pundi berisi uang 1000 dinar, lalu menyuruh utusan itu untuk kembali dan menyampaikan salam beliau kepada Gubernur Said bin Amir sekaligus memberikan uang 1000 dinar tsb.
Setibanya di Himsh, delegasi itu segera menghadap Gubernur Said, mereka menyampaikan salam dan uang kiriman Khalifah untuk beliau. Setelah Said melihat pundi-pundi itu berisi uang, beliau menjauhkannya dari sisinya seraya berucap, ” INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI RAJI’UN ”

        Mendengar ucapan itu istrinya mengira marabahaya sedang menimpanya, istrinya menghampiri seraya bertanya, ” apa yang terjadi, meninggalkah Amirul Mukminin ? ”
” Bahkan lebih besar lagi dari itu ! ” jawab Said sedih.
” Apakah kaum muslimin kalah perang ? ” tanya istrinya lagi.
” Jauh lebih besar dari itu! ” jawab Said tetap sedih
” Apa pulakah gerangan yang lebih besar dari itu ? ” tanya istrinya tak sabar.
” Dunia telah datang untuk merusak akhiratku. Bencana telah menyusup ke dalam rumah tangga kita,” jawab Said mantap.
” Bebaskan dirimu dari padanya !” kata istri Said memberi semangat, tanpa mengetahui perihal adanya pundi-pundi uang yang dikirimkan Khalifah Umar untuk suaminya.
” Maukah kamu menolongku berbuat demikian ?” tanya Said
” Tentu.....!” jawab istrinya bersemangat. Maka Said mengambil pundi-pundi uang itu dan menyuruh istrinya untuk membagi-bagikan kepada fakir miskin.
        Tidak lam kemudian, Khalifah Umar berkunjung ke Syria, menginspeksi pemerintahan disana. Dalam kunjungannya itu beliau menyempatkan diri singgah di Himsh. Kota Himsh pada masa itu dinamai pula ”Kuwaifah ( kufah kecil )”, karena rakyatnya sering melapor  kelemahan-kelemahan gubernur mereka kepada pemerintah pusat, persis seperti kelakuan masyarakat Kufah.

        Tatkala Khalifah singgah disana, rakyat mengelu-elukan beliau, Khalifah bertanya  kepada rakyat tentang bagaimana penilaian rakyat terhadap kebijakan Gubernur.
Ada empat macam kelemahan yang hendak mereka laporkan kepada Khalifah, Umar berjanji akan mempertemukan rakyat dengan Said sambil berdoa, ”semoga sangka baik saya selama ini kepada Said tidak salah.”
Maka tatkala semua pihak sudah berada di depan Khalifah, beliau bertanya kepada rakyat tentang laporan mereka terhadap kebijakan Gubernur dan pertanyaan itu dijawab oleh seorang juru bicara :
-         Gubernur selalu tiba di tempat tugas setelah matahari tinggi. Gubernur Said diam  sejenak lalu berkata ,”sesungguhnya saya keberatan untuk menanggapinya tetapi apa boleh buat, keluarga saya tidak mempunyai pembantu, karena itu tiap pagi saya terpaksa harus membuat adonan roti terlebih dahulu untuk keluarga, kemudian saya berwudhu setelah itu barulah saya berangkat ketempat tugas untuk melayani masyarakat.
-         Gubernur tidak bersedia melayani kami pada malam hari. Said sebenarnya enggan untuk menanggapi terutama dihadapan umum seperti itu,”saya telah membagi waktu saya, siang hari untuk melayani masyarakat dan malam hari untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah,” jawab Said
-         Gubernur tidak masuk kantor sehari penuh dalam sebulan. Said mengatakan bahwa beliau hanya memiliki sepasang pakaian yang melekat dibadan, beliau mencucinya sekali sebulan sehingga bila dicuci maka terpaksa harus menunggu sampai kering baru beliau keluar melayani masyarakat.
-         Sewaktu-waktu Gubernur menutup diri untuk bicara, pada saat-saat seperti itu biasanya beliau pergi meninggalkan majelis. Said pun menanggapi bahwa hal itu disebabkan karena beliau teringat tentang Khubaib bin Adi yang dihukum mati oleh kaum kafir Quraisy, ”Demi Allah ! kata Said ”jika saya teringat akan peristiwa itu, dimana saya membiarkan Khubaib tersiksa tanpa membelanya sedikit pun, maka saya merasa bahwa dosaku tidak akan diampuni Allah SWT ”
” Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakanku,” kata Khalifah Umar mengakhiri dialog itu.
Sekembalinya ke Madinah, Khalifah Umar mengirimi Gubernur Said seribu dinar untuk memenuhi kebutuhannya. Melihat uang sebanyak itu istrinya berkata kepada Said,”Segala puji bagi Allah yang mencukupi kita berkat pengabdianmu. Saya ingin uang ini kita pergunakan untuk membeli bahan pangan dan kelengkapan-kelengkapan lain. Dan saya ingin juga menggaji seorang pembantu rumah tangga untuk kita.”
” Adakah usul yang lebih baik dari itu ?” tanya Said kepada istrinya
” Apa pulakah yang lebih baik dari itu ?” jawab istrinya balik bertanya.
” Kita bagi-bagikan saja uang ini kepada rakyat yang membutuhkannya. Itulah yang lebih baik bagi kita ” jawab Said.
” Mengapa ?” tanya istrinya
” Dengan begitu berarti kita menyimpan uang ini disisi Allah, itulah cara yang lebih baik” kata Said.
” Baiklah kalau begitu, ” kata istrinya. ”Semoga kita dibalas Allah dengan balasan yang paling baik.”

      Sebelum mereka meninggalkan majelis, uang itu dimasukkan Said ke dalam beberapa pundi, lalu diperintahkannya kepada salah seorang keluarganya untuk membagikan kepada janda-janda, anak yatim dan orang-orang miskin.

      Semoga Allah SWT meridhai Said bin Amir Al-Jumahi, dia telah membeli akhirat dengan menghindari godaan kemewahan dunia dan mengutamakan keridhaan Allah serta pahala yang berlipat ganda di akhirat, melebihi segala-galanya.

Artikel Terkait



0 komentar:

Posting Komentar