“Siapa yang memakai pakaian untuk ketenaran di dunia maka Allah akan memakaikannya pakaian kehinaan pada hari kiamat kemudian dinyalakan api padanya”-HR. Abu Daud dan Ibnu Majah-
Beberapa saat yang lalu di saat libur tahun baru 1434 H, penulis menyempatkan
dirinya untuk pulang kampung ke Bogor. Banyak hal yang dilalui penulis selama
libur tersebut, diantaranya jalan-jalan ke salah satu pusat perbelanjaan yang
terkenal di Bogor, Botani Square. Lama tidak bertemu mall selama kuliah di Surabaya,
penulis merasakan kejut budaya (rasanya). Penulis melihat begitu banyak wanita
berjilbab dengan berbagai hiasan-hiasan besar di atasnya. Entah itu sekedar
manik-manik saja, hingga hiasan bunga yang bahkan ukurannya lebih besar
daripada kepala wanita itu sendiri. Yah, itulah yang kini sering disebut
hijaber. Penulis tidak tahu, apakah hijaber adalah istilah baru atau lama. Tapi
yang jelas penulis merasa heran dengan adanya fenomena hijaber tersebut
(disamping istilah jilbab gaul yang sudah lama terdengar gaungnya)
Semestinya memang harus disyukuri,
ketika muslimah sudah memutuskan untuk mengenakan hijab sebagai sebuah bentuk
pengamalan dari syariat yang mulia ini. Tetapi ketika syariat yang diturunkan
dari langit itu bertubrukan dengan mode yang berkembang di kolong langit ini,
maka masihkan pengamalan itu disebut murni?