Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin: Hukum Merayakan Hari Ibu

22 Desember 2010
Pertanyaan:
Kebiasaan kami, pada setiap tahun merayakan hari khusus yang disebut dengan istilah hari ibu, yaitu pada tanggal 22 Desember. Pada hari itu banyak orang yang merayakannya. Apakah ini halal atau haram. Dan apakah kita harus pula merayakannya dan memberikan hadiah-hadiah?
Jawaban:
Semua perayaan yang bertentangan dengan hari raya yang disyari'atkan adalah bid'ah dan tidak pernah dikenal pada masa para salafus shalih. Bisa jadi perayaan itu bermula dari non muslim, jika demikian, maka di samping itu bid'ah, juga berarti tasyabbuh (menyerupai) musuh-musuh Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Hari raya-hari raya yang disyari'atkan telah diketahui oleh kaum muslimin, yaitu Idul Fithri dan Idul Adha serta hari raya mingguan (hari Jum'at). Selain yang tiga ini tidak ada hari raya lain dalam Islam. Semua hari raya selain itu ditolak kepada pelakunya dan batil dalam hukum syariat Allah Subhanahu Wa Ta'ala berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ,
"Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam urusan kami (dalam Islam) yang tidak terdapat (tuntunan) padanya, maka ia tertolak."[1]  Yakni ditolak dan tidak diterima di sisi Allah.
Dalam lafazh lainnya disebutkan,
"Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak kami perintahkan maka ia tertolak."[2]
Karena itu, maka tidak boleh mera-yakan hari yang disebutkan oleh penanya, yaitu yang disebutkan sebagai hari ibu, dan tidak boleh juga mengadakan sesuatu yang menunjukkan simbol perayaannya, seperti; menampakkan kegembiraan dan kebahagiaan, memberikan hadiah-hadiah dan sebagainya.
Hendaknya setiap muslim merasa mulia dan bangga dengan agamanya serta merasa cukup dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya dalam agama yang lurus ini dan telah diridhai Allah untuk para hambahNya. Maka hendaknya tidak menambahi dan tidak mengurangi. Kemudian dari itu, hendaknya setiap muslim tidak menjadi pengekor yang menirukan setiap ajakan, bahkan seharusnya, dengan menjalankan syari'at Allah Subhanahu Wa Ta'ala , pribadinya menjadi panutan yang ditiru, bukan yang meniru, sehingga menjadi suri teladan dan bukan penjiplak, karena alhamdulillah, syari'at Allah itu sungguh sempurna dari segala sisinya, sebagaimana firmanNya,
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agamamu.
(Al-Ma'idah: 3).
Seorang ibu lebih berhak untuk senantiasa dihormati sepanjang tahun, daripada hanya satu hari itu saja, bahkan seorang ibu mempunyai hak terhadap anak-anaknya untuk dijaga dan dihormati serta dita'ati selama bukan dalam kemaksiatan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta'ala , di setiap waktu dan tempat.
_________
Footnote:
[1] HR. Al-Bukhari dalam Ash-Shulh (2697). Muslim dalam Al-Aqdhiyah (1718).
[2] Al-Bukhari menganggapnya mu'allaq dalam Al-Buyu' dan Al-I'tisham. Imam Muslim menyambungnya dalam Al-Aqdhiyah (18-1718).
Rujukan:
Nur 'ala Ad-Darb, Maktabah Adh-Dhiya', hal. 34-35, Syaikh Ibnu Utsaimin.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.(dengan pengeditan seperlunya)

Artikel Terkait



2 komentar:

  • Fikri

    ada live perayaan hari ibu oleh kementrian pemberdayaan wanita di TVRI dari TMII bersama presiden dan kabinet indonesia bersatu sekarang

  • Jundullah Abdurrahman Askarillah

    @Wawawiwisalah satu kesalahan terbesar dari kebanyakan manusia adalah melakukan sesuatu tanpa ilmu.
    Wallahu a'lam

  • Posting Komentar