Pemuda yang Haus Cinta

13 Februari 2013
Demi Allah! Sungguh, mencintainya (dunia) benar-benar termasuk dosa yang terbesar. Dan tidaklah dosa-dosa menjadi bercabang-cabang melainkan karena cinta dunia. Bukankah sebab disembahnya patung-patung serta dimaksiatinya Ar-Rahman tak lain karena cinta dunia dan lebih mengutamakannya?
-Hasan Al Bashri, Mawa'izh Al Imam Al Hasan Al Bashri, hlm. 138-

Catatan pertama di tahun 2013.

Alhamdulillah, wasshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Amma ba’du.

Mungkin sudah terlalu terlambat untuk membuat “catatan awal tahun” mengingat ketika artikel ini ditulis, kalender masehi menunjukkan bulan kedua, bulan Februari. Dan di bulan Februari ini, ada satu tanggal yang biasanya dijadikan hari raya bagi para pemuja hawa nafsu, terutama di kalangan remaja: Hari Valentine.

Hari yang diklaim oleh banyak pihak sebagai hari cinta dan kasih sayang. Berbagai tema kehidupan langsung berubah di tanggal ini. Bagi pusat-pusat perbelanjaan, maka akan langsung mengubah dekorasi gedungnya dengan warna-warni yang cerah. Berbagai kemasan produk pun disesuaikan dengan tema Hari Valentine ini. Tidak ketinggalan, acara-acara di televisi pun mengubah formatnya dengan tambahan “-Spesial Valentine


Di sini kami tidak ingin membahas panjang lebar mengenai apa itu hari valentine, bagaimana hukum syar’i-nya, namun kami hanya ingin memaparkan sebuah kisah, yang semoga bisa menjadi pengobat bagi mereka yang kecanduan cinta akan hawa nafsu mereka. Saya bukanlah ustadz, guru, apalagi ulama. Pengetahuan kami akan ilmu Al Qur’an dan Al Hadits masih sangat minim. Yang kami akan sampaikan adalah yang sebuah kisah yang kami kutip dari situs PemudaMuslim.com.

Suatu hari, ada seorang pemuda yang mendatangi Rasulullah ﷺ, pemuda itu kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku berzina!”

Mendengar perkataan yang sedemikian lancang itu kepada Nabi ﷺ, maka para sahabat pun memperingatkan si pemuda, “Diam kamu! Jangan bicara seperti itu!”

Rasulullah ﷺ yang mendengar hal itu bukannya membentak, tetapi justru menyusuh si pemuda itu mendekat kepadanya. Setelah si pemuda duduk di dekat Rasulullah ﷺ, beliau bertanya,

Apakah engkau suka kalau ibumu berzina?

Pemuda itu menjawab, “Demi Allah tidak! Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu”

Nabi ﷺ pun menjawab, “Demikian juga orang lain. Mereka tidak mau kalau ibu mereka berzina

Kemudian Nabi bertanya lagi : “Apakah engkau suka kalau putrimu berzina?

Dia menjawab, “Demi Allah tidak ya Rasulullah! Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu”

Nabi ﷺ, “Demikian juga orang lain. Mereka tidak mau kalau anak perempuan mereka berzina

Kemudian Nabi ﷺ bertanya lagi, “Apakah engkau suka kalau saudari perempuanmu berzina?

Dia menjawab, “Demi Allah tidak! Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu”

Nabi ﷺ pun menjawab, “Demikian juga orang lain. Mereka tidak mau kalau saudari perempuan mereka berzina

Kemudian Nabi ﷺ bertanya lagi, “Apakah engkau suka kalau saudara perempuan ayahmu berzina?

Dia menjawab, “Demi Allah tidak! Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu”

Nabi ﷺ pun menjawab, “Demikian juga orang lain. Mereka tidak mau kalau saudara perempuan ayah mereka berzina

Kemudian Nabi ﷺ bertanya lagi, “Apakah engkau suka kalau saudara perempuan ibumu berzina?

Dia menjawab, “Demi Allah tidak! Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu”

Nabi ﷺ pun menjawab, “Demikian juga orang lain. Mereka tidak mau kalau saudara perempuan ibu mereka berzina

Kemudian Nabi Muhammad ﷺ meletakkan tangan beliau kepada si pemuda itu seraya mendoakannya, “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya

Setelah itupun si pemuda sama sekali tidak punya keinginan lagi untuk berzina. (HR. Ahmad dalam Musnad-nya dengan sanad shahih)

Inilah kisah Nabi Muhammad ﷺ yang menunjukkan kepada kita, bagaimana itu sebenarnya hikmah dalam berdakwah. Di dalam kisah ini ketika si pemuda menyampaikan keinginannya yang kebelet zina kepada Rasulullah ﷺ, beliau tidak memarahinya, mengusirnya, atau bahkan melaknatnya karena keinginannya tersebut (padahal zina adalah termasuk dosa besar), namun justru Rasulullah ﷺ mengajari si pemuda itu untuk menjauhi zina. Rasulullah ﷺ tidak menggunakan dalil-dalil dari Al Qur’an untuk mendakwahi si pemuda, karena beliau tahu kapasitas si pemuda tersebut. Beliau hanya cukup memberi pengertian yang tepat akan nistanya zina itu sendiri.

Begitu pun di zaman ini. Ketika kawula muda sedang larut-larutnya dalam euforia cinta mereka, sehingga tanpa sadar mereka melanggar batas-batas agama ini, maka sudah seharusnya kita mengajak mereka untuk kembali ke jalan kemuliaan Islam. Mungkin telinga mereka panas mendengar dalil-dalil dari Qur’an dan Hadits, karena itu kami ingin mengingatkannya dengan menggunakan cara ini, cara yang telah ditempuh oleh Rasulullah ﷺ lebih dari satu milenium yang lalu.

Bagaimana perasaan kita, wahai ikhwah, jika melihat ibu, saudara perempuan, atau bahkan putri kalian digoda dan dirayu oleh lelaki nista? Tidakkah hati kita sakit? Dan sekarang, wahai ikhwah, tidakkah kita malu, tidakkah kita sedih, melihat wanita-wanita kaum muslimin direndahkan dan dibuang harga dirinya dengan budaya nista bertopeng kasih sayang dan cinta?

Jika memang benar-benar cinta, maka kenapa tidak dinikahi saja? Apakah alasan belum mampu menikah menjadi dalil pembenaran? Yang namanya perwujudan cinta itu butuh namanya kemampuan, dan kalau hanya berani lewat pacaran, atau valentine-an, atau apa pun namanya tetapi tak berani untuk memikul tanggung jawab, maka itu bukanlah perwujudan cinta, tetapi hanya permainan belaka.

Karena itu wahai ikhwah, ingatlah betapa besarnya mudharat dari yang ditimbulkan dari cinta yang nista, cinta yang berlandaskan hawa nafsu belaka.

Wallahu musta’an.


Selesai ditulis ketika waktu ashar menjelang
Surabaya, 13 Februari 2013
Artikel Cafe Sejenak

Artikel Terkait



0 komentar:

Posting Komentar