“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya”-HR. Ad Darimi, atsar Abdullah bin Mas’ud-
Oleh: Ustadz
Syariful Mahya Lubis, Lc.*
Sejumlah
jawaban direkayasa, sejumlah dalilpun dipaksakan, demi melegalkan bid’ah, dan
demi memberanikan orang melakukannya.
Pertanyaan
tersebut terkait langsung dengan Islam, yang oleh karenanya membutuhkan jawaban
yang merujuk kepada Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber kebenaran dalam Islam,
jawaban-jawaban yang hanya bersifat logika, tidak akan dapat menguak kebenaran
dalam permasalahan Islam. Sebab selogis apapun sebuah jawaban tetap saja ia
spekulasi relatif, yang sudah pasti dapat dipatahkan dengan hal yang sama,
lebih-lebih apabila jawaban-jawaban logis tadi kontaradiktif dengan dalil-dalil
yang syar’i.
Definisi
Nabi ﷺ bersabda, “Siapapun
yang melakukan amal yang tidak kami perintahkan, maka amal tersebut
tertolak (tidak diterima)” (HR. Bukhari dan Muslim, dari ‘Aisyah).
Beliau juga
bersabda, “Setiap (ibadah) yang baru adalah bid’ah”
(HR. Muslim, Ahmad, dan Ibn Majah, dari
Jabir)
Atas dasar
kedua hadits tersebut, berarti bid’ah hanyalah hal-hal yang diasumsikan ibadah,
yang ternyata tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasul ﷺ, baik berupa
perkataan, perbuatan dan keyakinan. Jadi bid’ah bukan hal-hal yang bersifat duniawi
seperti pesawat, telepon, dll.
Bentuk
Bid’ah
memiliki dua bentuk:
Yang pertama, Bid’ah Haqiqiyah: Bid’ah yang bersifat total dan
menyeluruh, baik dari segi dalil dasar, maupun dari segi teori pelaksanaan.
Contoh: melakukan puasa akhir tahun, yang sama sekali tidak disinggung apalagi
oleh dalil.
Yang kedua, Bid’ah Idlafiyah: yaitu bid’ah yang bersifat nisbi,
dimana sisi kebid’ah-annya hanya dari sudut pengkhususan cara tertentu, waktu
tertentu, jumlah tertentu, jenis tertentu, tempat
tertentu, dan pengkkhususan sebab tertentu, contoh: perintah untuk
berdzikir dalam ayat dan hadits bersifat global, lalu kemudian direkayasa
sebuah cara tertentu, yakni dilakukan secara berjama’ah.
Status Bid’ah
Nabi ﷺ menstatuskan
bid’ah melalui hadits-hadits beliau dengan: Dlalalah –sesat-(ضلالة).
Kata “sesat”
mengandung makna yang umum, sehingga mencakup yang haram dan yang kufur,
berarti hukum Syar’i terkait bid’ah hanya berkisar antara haram dan kufur.
Imam Al Qarafi
rahimahullah menyatakan bahwa bid’ah
ada yang wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah, sesuai tujuan pelakasanaan
dari bid’ah tersebut. (Al I’tisham 2/297, As Syathibi. Qawa’idul Ahkam fi Mashalihil Anam 2/380, Al ‘Izz
bin Abdus Salam), dengan kata lain; jika bid’ah mendukung yang hal yang
wajib maka berarti bid’ah tersebut hukumnya wajib seperti pembukuan Al Qur’an
(yang terjadi di masa Abu Bakar), dst.
Namun hasil
ijtihad Al Qarafi tersebut perlu dikritik secara sehat dan ilmiyah, mengingat
“sesat” dalam terminologi ayat-ayat Al Qur’an dan Hadits selalu dikontra-kan
dengan hidayah seperti dalam ayat 175 surat Al Baqarah, ayat 23 surat Az Zumar,
dll.
Sehingga baik
dari aspek makna etimologis dari kata “sesat”, maupun dari aspek
pengkontra-annya dengan hidayah, menunjukkan bahwa klasifikasi bid’ah yang
disinyalir oleh Al Qarafi tersebut mengandung kelemahan, apakah rasional:
bid’ah yang telah distatuskan Nabi ﷺ dengan sesat, lalu masih di klasifikasi menjadi
wajib, sunnah, dll?
Adapun
pembukuan Al Qur’an, maka sesungguhnya telah dilakukan di zaman Nabi ﷺ melalui
sejumlah Sahabat yang terlibat dalam satu tim yang beranggotakan enam orang
Sahabat seperti Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, dll.
Sepertinya
contoh pembukuan Al Qur’an tersebut tidak terlalu kuat untuk mendukung langkah
klasifikasi yang ditempuh oleh Imam Al Qarafi rahimahullah.
Ada kemungkinan
Al Qarafi menempuh teori (kaidah) lil wasail hukmul maqasid (status
hukum sebuah sarana sesuai dengan status hukum tujuan), jadi sarana untuk yang
wajib menjadi wajib dan seterusnya, lalu beliau memandang bid’ah itu hanya
sebagai sarana untuk sesuatu yang wajib, sunnah, dll, maka hukum bid’ah itu
disesuaikan dengan hukum tujuan.
Namun penempatan
teori tersebut tidak tepat, karena sarana yang disesuikan dengan tujuan,
hanyalah sarana yang pada dasarnya mubah (boleh), seperti wajib berjalan untuk
menunaikan shalat Jum’at, sementara bid’ah itu terlarang. (Majmu’ah Fawaid 1/81, Shalih Al Asmari)
Menimbang Validitas Bid’ah Hasanah
Imam As Suyuthi
menyebutkan bahwa Imam Syafi’i adalah orang pertama yang membagi bid’ah kedalam
kategori Hasanah (baik) dan Dlalalah-Sayyi’ah (sesat, buruk).
As Suyuthi
melanjutkan, setiap yang berbeda dari Al Qur’an, Sunnah Nabi ﷺ, atsar sahabat
dan Ijma’ (konsensus ulama) adalah bid’ah dlalalah,
Dan setiap
yang tidak berbeda dari keempat hal tersebut adalah bid’ah hasanah seperti
membangun sekolah, dll. ( Al Amr bil Ittiba’ hlm. 6. As Suyuthi)
Hasil ijtihad
tersebut perlu ditimbang secara ilmiyah dan argumentatif dengan Al Qur’an dan
Hadits, karena tidak ada hasil Ijtihad yang bersifat absolut dan sakral. Asumsi
adanya bid’ah hasanah seperti disebut diatas, berbenturan dengan sejumlah hal
dibawah ini:
- Semua Hadits tentang bid’ah bersifat umum. Hal ini menunjukkan bahwa keumuman tersebut tidak mengandung pengecualian, karena keumuman suatu dalil jika disebutkan berkali-kali dengan bentuk yang umum tersebut, berarti tidak boleh melakukan pengecualian.
- Status bid’ah –sesat- menutup kemungkinan adanya bid’ah Hasanah, karena hakikat sesat adalah kesalahan yang dianggap benar (lihat QS. Al Kahfi ayat 104 ), seperti halnya seseorang yang tersesat di jalan, karena sebelumnya ia menganggap telah berada dalam jalur yang tepat. jadi peng-hasanah-an itulah yang sesungguhnya membuat Bid’ah itu disebut sesat.
- Jika kita mengandaikan adanya bid’ah hasanah, lalu apa yang menjadi parameter ke-hasanah-an bid’ah tersebut? kalau jawabannya Al Qur’an dan Sunnah, lalu mana ayat dan hadits yang melegalkannya? dan kalau jawabannya logika, lalu bolehkah merekayasa sebuah ibadah dalam Islam dengan menggunakan logika? Bukankah jangkauan logika manusia berbeda-beda dan terbatas?
- Ibn Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Semua bid’ah itu sesat, meski orang memandangnya baik” (Al Amr bil Ittiba’ hlm. 3. As Suyuthi)
- Oknum yang melegalkan bid’ah hasanah dengan dalih hadits yang berbunyi: apapun yang dipandang baik oleh kaum Muslimin, maka ia juga baik dalam pandangan Allah.
Pertama, pernyataan
tersebut bukan hadits Nabi ﷺ, tapi perkataan Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh
sejumlah ulama seperti Imam Ahmad dalam kitab As Sunnah, Imam Al Bazzar, At Thayalisi, dll (lihat Kasyfu Khafa 2/188, Al Ajluni).
Kedua, umumnya ulama
menempatkan ucapan Ibn Masud tersebut sebagai dalil bolehnya mengadopsi adat/tradisi
yang tidak berlawanan/dikotomis dengan Al Qur’an dan Hadits, bukan untuk
melegalkan bid’ah (lihat Al Asybah wan
Nadzoir, As Suyuthi, Al Burhan,
Al Juwaini, Hasyiyah Al Uththor, Al
Mahalli, dll).
Ketiga, ucapan
Sahabat tidak dapat digunakan untuk mengecualikan keumuman Hadits Nabi ﷺ.
- Menghasanhakan bid’ah melalui ucapan Umar radhiyallahu ‘anhu ketika pertama kali ia melakukan shalat tarawih secara berjamaah pada masa kakhalifahannya: “Ini adalah sebaik baik bid’ah” (HR. Bukahri, Malik, dll. dari Abdur Rahman bin Abdul Qory), adalah satu langkah yang tidak tepat, karena:
Pertama, Nabi ﷺ pernah
melakukan shalat Tarawih berjamaah selama tiga hari, lalu beliau
meninggalkannya karena takut dianggap kewajiban oleh masyarakat kala itu, jika
Nabi pernah malakukannya, berarti bukan bid’ah.
Kedua, apabila Umar
mengatakan bahwa itu adalah bid’ah yang bagus, berarti bid’ah yang beliau
maksud berbeda dengan bid’ah yang dilarang dalam oleh Nabi dalam hadits, beliau
bermaksud bid’ah lughowiyah (secara semantik) bukan syar’iyah (terminologis),
karena shalat tarawih berjama’ah tersebut sempat vakum di zaman Abu Bakar.
Ketiga, lagi-lagi
ucapan Shabat tidak dapat digunakan untuk mengecualikan keumuman Hadits Nabi ﷺ.
- Jika memang ada bid’ah hasanah, lalau mana yang dlalalah? Bukankah semua bid’ah itu sudah dianggap baik oleh para pecandunya?
- Sebagian orang menilai bahwa, bid’ah -hasanah- itu boleh karena tidak ada dalil yang melarang dan menyuruhnya, contoh: tidak ada dalil yang melarang dan memerintahkan peringatan maulid, berarti mubah (boleh), pembenaran seperti ini sangat keliru, sebab hukum dasar ibadah adalah terlarang, kecuali ada dalil yang menyuruh. Maka jika tidak ada dalil tentang suatu hal yang dinilai Ibadah, berarti wajib mengembalikannya kepada hukum dasar tersebut, makanya tidak boleh menambah jumlah rakaat shalat wajib meski tidak ada dalil yang melarangnya.
- Sebenarnya semua pihak mengakui, bahwa Nabi ﷺ memang tidak pernah melakukan semua yang disebut-sebut bid’ah hasanah tersebut. Masalahnya, ada oknum yang memasarkannya dengan dalih “apa salahnya, toh ada maslahatnya”, namun apakah dalam hal ini kita dinamakan mencontoh Nabi ﷺ?, jika ada perbedaan antara kita dengan Nabi ﷺ, apakah keduanya sama-sama benar? Atau apakah sama-sama salah? Atau salah satu benar? Lalu siapa yang benar?.
Perlu Dicatat
Apabila
tulisan ini terkesan menyalahkan atau melemahkan pendapat Imam Syafi’i dan Imam
Al Qarafi, maka ada dua hal yang perlu dicatat:
Yang pertama, kesalahan seoarang Ahli Ijtihad tidak akan
mencederai kemuliaan mereka, sehingga hal itu bukan aib bagi mereka, bahkan
mereka tetap mendapatkan satu pahala atas Ijtihad mereka.
Yang kedua, meluruskan Ijtihad dengan dalil, adalah satu hal
yang wajib dilakukan, demi menemukan kebenaran yang lebih dekat kepada Dalil.
Tips Aman & Saran
Pembicaraan
tentang bid’ah seringkali menimbulkan sikap yang kurang bijak dari kalangan
yang pro maupun dari pihak yang kontra, berikut ini dua buah saran atau tips
aman menyikapai bid’ah:
Yang pertama, hendaknya setiap pihak menegakkan Akhlaq terhadap
semua kaum muslimin, “khilafiyah’ tidak akan membahayakan sepanjang ada control
berupa kemuliaan akhlak.
Yang kedua, hendaknya semua kalangan lebih mendalami agama ini
dengan sungguh-sungguh dan dengan cara yang ilmiyah dan argumentative, karena
penolakan, lebih sering disebabkan karena ketidak-tahuan.
Yang ketiga, lengkapi setiap informasi islam dengan dalilnya,
sebab hanya dalil dengan pemahaman yang tepat, yang memungkinkan anda dapat
memastikan sebuah kembenaran.
_________________________
*Alumni LIPIA.
Beliau termasuk yang sangat banyak memberi faidah lewat kajian-kajian rutin beliau
di Masjid Al Istiqamah, Taman Yasmin, Bogor. Beliau jugalah yang sangat
mempengaruhi kami untuk bisa belajar memahami manhaj salaf, manhaj yang mulia
ini. Tulisan ini kami kutip dari tulisan aslinya yang berjudul Apakah Semua Bid’ah itu Sesat yang
dimuat dalam blog beliau, mahya76.wordpress.com, dengan perbaikan ejaan dan
tata bahasa yang sama sekali tidak mengurangi rasa hormat kami kepada beliau hafizhahullah. Semoga Allah menjaga dan
menambahkan ilmu yang bermanfaat bagi beliau.
Sabtu, 16 Februari 2013
Selesai disusun di tengah gelapnya
malam di timur Kota Surabaya
Artikel Cafe Sejenak
34 komentar:
penulis ini murni WAHABI TULEN
para pembaca, harap jangan termakan hasutan kaum setan wahabi
bagi yg sudah terkena virus Wahabi, bc dan download ini :
http://bicarasalafy.wordpress.com/2011/06/13/download-gratis-anti-virus-wahabi/
http://aslibumiayu.wordpress.com/2012/06/07/download-anti-virus-wahabi-sebelum-virus-wahabi-menyerang-anda/
http://ummatipress.com/pengobatan/virus-wahabi/
http://sendaljepit-ilangsebelah.blogspot.com/
Saya sependapat dengan anda saudaraku..bahwa artikel di atas itu jalan WAHABI untuk memecah belah umat islam yang berbeda haluan yang hanya bertitik di masalah furu'iyah saja, WAHABI adalah anek-aneknya inggris yang di tugaskan untuk mengadudomba berdalihkan pemurnian islam ..PREEET ..
Inilah bukti bahwa wahabi antek zionis yahudi yang mempunyai misi
1. PISAHKAN UMMAT ISLAM DARI ULAMA’NYA
2. PISAHKAN UMMAT ISLAM DARI NABINYA
3. PISAHKAN UMMAT ISLAM DARI KITAB SUCINYA ( AL QUR’AN )
4. PECAH BELAH DAN HANCURKAN !
“ Akan keluar di akhir zaman, suatu kaum yang masih muda, berucap dengan ucapan sebaik-baik manusia (Hadits Nabi), membaca Al-Quran tetapi tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya, maka jika kalian berjumpa dengan mereka, perangilah mereka, karena memerangi mereka menuai pahala di sisi Allah kelak di hari kiamat “.(HR. Imam Bukhari ,Muslim)
bisa membantu blogthohiranam.blogspot.com
Mana bukti dan saksinya.....
Bukti kita telah berbuat bidah,ialah membaca Alqur'an karena pada zaman Rosul ditulis di pelapah kurma batu putih,dan tembikar,sedangkan sekarang sudah bentuk mushhaf atas inisiatif Ustman ra.tak satupun adaperintah atau tidak ada hadistnya selengkapnya diblok kami.
waduh, menuduh sesama muslim sebagai wahhabi itu
sama saja menuduh sesama sebagai kafir.
Wahhabi itu biasanya menuduh muslim lainnya sebagai kafir.
Lantas blog ini apakah demikian? mana buktinya jika penulis di sini adalah wahhabi?
Jangan saling mencerca. Jangan berpecah belah.
Islam adalah agama yang cinta damai.
Kenapa hati kita begitu keras ketika disuguhi ilmu pengetahuan (yang kita tidak sadari sebagai hidayah Allah) ini?
Asosiasinya seperti ini, apakah kita mau menuduh Umar bin Khattab melakukan bid'ah?
apa kita tidak percaya pada keIslaman Umar?
Seyogyanya kita husnuzhan pada shahabat2 Nabi pada masa itu.
Ayolah, lapangkan dada kita, serap ilmu/hidayah Allah yang tersebar di muka bumi dengan sebaik-baiknya.
Bid'ah bukan sesuatu yang menakutkan. Bid'ah adalah pekerjaan,yang tidak pernah dicontohkan pada waktu zaman Nabi,amalan-amalan sesudah Nabi wafat,termasuk masa sahabat Nabi yg 4 Abu Bakar,Umar Ustman Ali ra.pertanyaannya apakah sesudah wafatnya Nabi amalan yang tidak ada contohnya ( adaperintahnya ) sesat semua ? kenyataannya kan tidak, contoh,pada zaman Abu Bakar dan Umar,banyak tulisan-tulisan Qur'an ada pada pelapah kurma tembikar batu putih,karena pada saat itu banyak sahabat yang hafal Quran yang wafat maka Umar mempunyai inisiatip supaya dikumpulkan qur'an tadi,mintak pendapat pada Abu Bakar, tapi jawaban Abu Bakar,apakah kami mengerjakan yang tidak diperintah Rosul,? Umar menjawab Demi Alloh sungguh pekerjaan ini baik ahirnya disetujua Abu bakar,termasuk menyusun,memberi baris dan menulisnya semua itu inisiatif para sahabat.termasu menyalin pada lembaran ( mushaf ) padazaman usman,menambah adzan jumat,memberisyakal,harokat da tajwid pada zaman Ali semua itu tidak ada perintah'dan masih banyak lagi,apakah sahabat yang utama tadi sesat semua,karana tidak ada contoh atau perintah Nabi ? tentunya kan tidak karena perintah Nabi supaya mengikuti sahabat.jadi jangan mudah mengatakan " semua bidah sesat,semua yang tidak di perintah sesat " kan sesat semua sahabat kita,maka dari itu jangahn semudah itu kalau tidak faham kasian banyak korban-korban penyimpangan,semoga dapat dipahami.
Bid'ah itu bukan suatu badan hukum,tetapi bid'ah memerlukan payung hukum,karena bukan hukum bisa salah bisa benar,contoh seperti Maulid Nabi,kan dasarnya Qurantadi wajib menghormati Nabi karena sebelum lahir saja sudah banyak kejutan-kejutan dari segi hadst,perintah memuliakan tidak sedikit,termasuk Bukhori Muslim, " Iman belum ada kalau masih belum mengasihi aku melebihi anak,istri,semua harta,masih belum dikatakan beriman,apakah kita sudah masuk ketagori hadist itu ? anda jawab sendiri.termasuk tahlil,landasan hukumnya hanya hadist shoheh bahkan hadist qudsi,lebih dari Alqur'anul krim,lalu dari mana mengatakan bid'ah,apalagi disakan dengan hindu buda,apakah bacaannya pujaan terhadap Sang yang widi,inilah namanya syariat tugasnya mengontrol semua amaliah yang ada di muka bumi ini maka kalau ada Orang mengatakan " semua bidah sesat keliru,yang menyimpang dari syariatlah yang sesat.semoga kita semua mendapat taufiqdari Alloh swa. amin.
Apakah Sayyidina Ustman menambah adzan bukan bidah ? shoheh Muslim 1hal 116 dan kenapa ketika sholat berjemaah bersa Nabi ada yang menambah bacaan dalam sholat "ROBBANAA WALAKALHAMDU HAMDAN KASTIIRON MUBAAROKAN FIIH" Setelah salam Rosulmalah memujanya,bukan mengatakan bidah kamu sesat kamu ! tidak justru justru Rosul melihat 30 lebih malaikat berebutan menulis pahalanya.Al-Bukhori 799 Annisai 1016, Abu Daudz 770 Akhmad 4/34 dan Ibnu khuzaimah 614.Apakah anda yang salah mengambil hadit sepotong-sepotong.Klau sahabatUstman tidak sesat apakah kamu yang bukan sesat ? jawab sendiri.
Kata siapa di zaman Nabi tidak ada bidad makanya setiap berbicara didasari ilmu hadist jangan asal ngomong," KETIKA NABI MENGUTUS MU'ADZ KE NEGRI SYAM UNTUK MENJADI GUBERNUR, DITANYA YA MU'ADZ ? BEGAIMANA KAMU MEMUTUSKAN SEBUAH HUKUM ? JAWAB DENGAN KITABULLOH,BILA TIDAK ADA ? DENGANSUNNATULLOH ( HADIST ) KALAU DALAM HADIST TIDAK ADA ? SAYA AKAN BERIJTIHAD DAN TIDAK AKAN BIMBANG SEDIKITPUN,BAGAIMANA JAWAB BELIAU, MENDENGAR JAWABAN TADI ROSUL SANGAT SENANG DAN MELETAKKAN TANGANNYA BELIAU PADA DADA MUADZ SERAYA BERKATA SEGALA PUJI BAI ALLOH YANG TELAH MEMBERI TAUFIQ UTUSAN ROSULULLOH SEHINGGA HATI ROSULNYA." Sunan tirmidzi 2 hal 68 Sunan Abu Daudz 3 hal303. jelaskan ada bidah hasanahdizaman Rosul,apakah rosul mengatakan bidah kau tidak, " Apakah bukan kamu yang bidah mengingkari syariat yang sudah pasti,jawablah sendiri.
Maaf kami ralat bukan Negri Syam akan tetapi Negri Yaman .
THOIR..THOHIR...ucapan sama dalilmu ndak nyambung,...maka benarlah apa yang disampaikan admin pemilik blog ini tentang orang yang melegalkan bid'ah,dengan memaksakan dalil ataupun logika,betapa dungunya orang2 jahil....sungguh nikmat hidayahmu robb...sangat nikmat hingga hamba bisa membedakan mana yang hak dan bathil, maha suci engkau ya robb yang telah melepaskan belenggu SYIRIK dan BID'AH dimasa hambamu menjadi seorang SUFI sekaligus seorang NAHDIYIN, segala puji bagimu ya ALLOH tiada tara, dan celakalah kaum SUFI dan NAHDIYIN yang masih mempelajari dan mengamalkan ilmu sihir yang mereka sebut dengan KAROMAH
Yaa dak nyambung, karena tidak ngerti devinisi bid'ah, masak pokok masalah bid'ah nglantur kepada syirik, apa hubungannya dengan syirik ما هوالشرك ؟ atau ما هوالبد عه ؟ apa itu sampai karomah,jangan ngelantur masss keluarkan hadistnya kalau memang entoss, biar tidak ngawur sok bertauhid kenyataannya aqidah salafi persis sama aqidah Yahudi lihatlah di blog kami carilah kitabnya kalau memang jentelmen,terlihat dari nalarnya nglantur, koreksi komen kami kalau memang menyimpang dari alhadist.
Setiap yang tidak dikerjakan oleh Rosul pasti sesat, kalau dak tau maqaman Rsudnya bukankah kamu stiap hari mengerjakan apa yang tidak dicontohkan atau tidak ada pada zaman Rosul ? berfikirlah sejenak.bacalah blog kami dengan tenangjangan emosional, biar tidak nglantur yaaaa ??
Ya...memang pelaku bid'ah itu sulit menerima kebenaran dan taubat dari bid'ahnya sebab pelaku bid'ah menganggap bid'ah itu sesuatu tuntunan. Padahal nabi shalallahualaihiwasallam bersabda "...berpegang teguhlah kpd sunnahku dan sunnahnya khulafaurrasydin yg telah ditunjuki peganglah kuat2 dan gigit dgn gerahamu, berhati2lah dgn perkara yg baru (dlm agama) karna setiap yg baru (dlm agama adl bid'ah dan setiap yg bid'ah adl sesat" HR.muslim.Oleh sebab itulah imam Ats Tsaury rahimahullah berkata pelaku bi'ah itu lebih sesat dari pada pelaku maksiat sebab pelaku maksiat tau klo perrbuatannya melanggar syariat sedangkan pelaku bid'ah sulit utk bertobat karna menganggap bid'ahnya itu adl suatu tuntunan.
Semoga Allah Subhanahuwata'ala senantiasa mengekalkan hidayah kita semua dan semoga Allah menguatkan kita dalam mengamalkan sunnah2 nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam Sehingga kita berharap kpd Allah sampai akhir hayat kita tetap dalam keadaan menegakkan sunnah. aamiin
ANDA MENGEMKAKAN DALIL SEBETULNYA MENAMPAR DIRIMU SENDIRI " APAKAH YANG DIMAKSUD BID'AH SAHABAT ??
وسنة الجلفاء ال د ين ikutilah sunnah pare sahabat,dan gigitlah dengan gerahanmu, artinya jangan sampai meninggalkan bid'ah para sahabat, seperti penambahan adzan jumat yang dilaksanakan oleh sayyidina ustmanBikhori 1 hal 116 pernahkah dicontohkan Nabi ???
saya senang sekali dengan hadirnya mas Thohir Anam di sini, selalu saja membuka blog ini dan mengkomentari post ini, yang juga dengan demikian meningkatkan traffic aktivitas di blog ini meski saya sudah lama nggak update. Alhamdulillah.
Coba Mas Thohir ini baca pelan-pelan artikel kami di atas, resapi, jangan emosi mas.
Ah iya, coba sebelumnya Mas Thohir baca
http://cafe-islamicculture.blogspot.com/2012/11/definisi-dalil-dan-penjelasan-mengenai.html
tentang apa itu sunnah dan bid'ah. Di sana udah jelas apa itu sunnah
Ibnu Rajab Al Hanbali berkata, “Sunnah adalah cara yang ditempuh Rasulullah ﷺ. Termasuk berpegang teguh kepada apa yang menjadi landasan beliau ﷺ dan para Khulafaurrasyidin, baik dalam keyakinan perbuatan, maupun perkataan. Inilah sunnah yang sempurna.” (Jaami’ul Ulum wal Hikam I/20)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “(Sunnah berarti) mengikuti jejak Rasulullah ﷺ secara lahir dan batin, mengikuti jalan para pendahulu yang utama dari kalangan Muhajirin dan Anshar.” (Majmuu’ Fataawa III/157)
Sehingga, bisa kita simpulkan bahwa sunnah adalah petunjuk yang menjadi pedoman Rasulullah ﷺ dan para sahabat beliau, baik dalam keilmuan, keyakinan, ucapan, maupun perbuatan. Itulah sunnah yang wajib diikuti, dipuji pelakunya, dan dicela orang yang menyelisihinya. (Syaikh Sa’id nin Ali bin Wahf Al Qahthani, Nuurussunnah wa Zhulumatul Bid’ah)
Ah iya, kami berterima kasih atas koreksi Mas karena kurang lengkapnya kami menukil definisi bid'ah. Jika sunnah berarti apa-apa yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabat beliau (termasuk khulafaurrasyidin tentunya) berada di atasnya, maka bid'ah adalah kebalikannya
“Bid’ah adalah i’tiqad (keyakinan) dan ibadah yang menyelishi Al Kitab dan As Sunnah atau ijma’ (kesepakatan) salaf.” (Majmu’ Al Fataawa, 18/346)
Selain itu, ada pula definisi yang datang dari Imam Syathibi.
“Bid’ah adalah ungkapan (untuk) jalan beragama yang baru, yang menyerupai syariat dan maksud dikerjakannya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah” (Al I’tisham, 1/23)
Dan secara ringkas, bid’ah yang dimaksud dalam hadits-hadits Nabi ﷺ mengenai bid’ah adalah sebagaimana yang dituturkan Imam Jauhari,
“Bidah adalah perkara baru dalam agama setelah (agama itu) sempurna” (Ilmu Ushulil Bida’, hlm. 24)
Mas Thohir, baca dulu artikelnya ya, jangan nyerocos duluan masalah pembukuan Al Qur'an yang dilakukan para shahabat -radhiyallahu 'anhum- padahal dalam artikel di atas udah disebutin:
Adapun pembukuan Al Qur’an, maka sesungguhnya telah dilakukan di zaman Nabi ﷺ melalui sejumlah Sahabat yang terlibat dalam satu tim yang beranggotakan enam orang Sahabat seperti Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, dll
Masalah Mu'adz bin Jabal yang diutus, terus kenapa? Kok gak nyambung ya? Hmm, bisa aja sih kalau disambung-sambungin. Padahal kalau mau ambil hadits tentang Mu'adz, itu sih tentang bolehnya ijtihad jika suatu perkara tidak ada dalam Al Qur'an dan As Sunnah, dan lagi-lagi. Itu adalah ijtihad shahabat yang jelas masih dalam lingkup definisi Sunnah dan bukan bid'ah (apa lagi bid'ah hasanah).
Kalau tentang adzan di zaman Utsman, beliau kan termasuk Khulafaurrasyidin, yang tidak ada sahabat lain yang sampai mempermasalahkannya, lha kok malah dijadiin dalil bid'ah hasanah?
Saran saya: tolong Mas bacanya disimak, jangan sambil emosian ya :)
Mass bid'ah katanya terpaku di masa Rosul saja,sedangkan ijtihad berarti diluar Qur'an Hadist, walaupun dalil umum bukankah tidak pernah ada pada zaman Nabi, kalau kamu mutr-mutr dengan satibi dengan iktishomnya,dak akan ada titik temu saya bukan wahabi, yaa dak mau sama satibi,saya mau apa yang ditegaskan oleh Nabi.wis ketoro kok mass jawaban melenceng. sengaja kami gak uqil Imam seperti kamu diplinti-plintir hadistnya sudah jelas,kalau ushulnya diambil dari satibi dan ustaimin malah menentang Nabi yagak ??
عليكم بسنتي وسنة الخلفا ء الراشد ين wawunya wawu thof loo maasss penegasannya sunnahku san sunnah sahabatku, sedangkan sunnah sahabat tidk pernah dicontohkan dimasa Rosul, masak kurang jelas dak usah muter-muter shorek kok mass dak butuh ushulnya imam satibi yakan hanya butuh pemahaman, dan sunnah sahabat itu baaaaanyyyyyaaaakkkk sekali. bay.
kalau gak mau pake Al I'tisham ya silakan. Yaudah ambil dari hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
“Siapapun yang melakukan amal yang tidak kami perintahkan, maka amal tersebut tertolak (tidak diterima)” (HR. Bukhari dan Muslim, dari ‘Aisyah).
“Setiap (ibadah) yang baru adalah bid’ah” (HR. Muslim, Ahmad, dan Ibn Majah, dari Jabir)
setiap loh mas, kalau bahasa Arabnya: كل
YANG DIMAKSUD AMAL YANG TIDAK KAMI PERINTAH " KATA-KATA PERINTAH ENTAH AMAR WAJIB ATAU AMAR IBAHAH" SYARIAT ATAU BUKAN ?? BISAKAH " BID'AH " MEMERINTAHKAN ???? ITULAH KEJANGGALAN DALAM BERNALAR, COBAK LIAHAT DISURAT AL-AMBIYAK 30 DISITU DIPAPARKAN KATA-KATA " KULLU " TIDAK SELAMANYA SETIAP, " TUHAN MENJADIKAN SESUATU YANG HIDUP DARI AIR, AKAN TETAPI DISURAT " ARROHMAN " " WAKHOLAQOL JAANA MIMMAA RIJIM MINNAAR, TERSNYATA DISURAT " ARROHMAAN " ALLOOH MENCIPTAKAN JIN DARI BARA API, JADI TIDAK SELAMANYA KATA " KULLU " DIARTIKAN SEMUANYA.
JUGA LIHAT DISURAT " ALKAHFI " وكان وراءهم ملك يأخذ " كل " سفينة غصبا , AYAT INI MENJELASKAN BAHWA DIHADAPAN NABI MUSA AS.DAN NABI KHIDHIR AS. ADASEORANG RAJ LALIM YANG SUKA MERAMPAS, PERAHU YANG BAGUS. SEDANG PERAHU YANG JELEK TIDAK DIAMBIL. BUKTINYA PERAHU YANG DITUMPANGI KEDUA HAMBA PILIHAN ITU DIRUSAK NABI KHIDHIR AS.AGAR TIDAK DIAMBIL OLEH RAJA LALIM ITU," MENUNJUKKAN TIDAK SEMUA PERAHU DIAMBIL OLEH RAJA LALIM ITU TERNYATAHANYA SEBAGIAN. NAH KALAU " KULLU " DIARTIKAN SEMUANYA " YANG BERARTI SEMUA BID'AH DILARANG " BERARTI PARA SAHABAT TELAH MELAKUKAN DOSA SECARA KOLEKTIF PADAHAL MEREKA TERMASUK MUHAAJIRIN DAN ANSHOR, DAN TUHAN RIDHO KEPADA SEMUANYA DAN JAMINAN SHORGA.SEBETULNYA PARA SAHABAT DAN TAABI'IN TELAH SEPAKAT TERMASUK IMAM MUJTAHID, SAYA TAMBAHKAN SATU LAGI SELAIN IMAM SYAFI'I JUGA BID'AH HASANAH DIREKOMENDASIKAN OLEH AKHMAD BIN HAMBAL.
عن عمر وبن العاص انه سمع رسو لالله صلعم, يقول اذا حكم الحا كم فا جتهد و ثم اصاب فله اجران واذاحكم واجتهد ثم اخطاء فله اجر " DIRIWAYATKAN DARI AMIR BIN AL-ASH, BAHWA DIA MENDENGAR ROSULULLOH SAW. BERSABDA, " APBILA SEORANG HAKIM MEMUTUSKAN PERKARA LALU IA MELAKUKAN IJTIHAD, KEMUDIAN IJTIHADNYA BENAR,MAKA IA AKAN MEMPEROLEH 2 PAHALA ( PAHALA IJTIHAD DAN PAHALA KEBENARANNYA ) JIKA HAKIM MEMUTUSKAN SESUATU PERKARA LALU IJTIHADNYA DAN HASILNYA SALAH, MAKA BAGINYA SATU PAHALA,( PAHALA JTIHADNYA ) ( MUSNAD AKHMAD BIN HAMBAL 17148 ) MENURUT HADIST INI IJTIHAD DIBOLEHKAN SEORANG HAKIM APBILA MEMUTUSKAN SESUATU HUKUM YANG MEMANG TIDAK TERDAPAT DALAM ALQUR'AN HADIST, TERNYATA BID'AH HASANA SEJAK MASA SAHABAT SAMPAI TABIIN DAN TERMASUK IMAM MUJTAHID, SEDANGKAN MEREKA YANG LEBIH TAHU DAI KITA SEMUA, SAYA KIRA CUKUP, TINGGAL MENUNGGU HIDAYAH,
Ada banyak hal yg tidak bisa disatukan dlm dunia ini seperti :
Tauhid : Syirik
Baik : Buruk
Ma'ruf : Mungkar
Sunnah : Bid'ah
Ketahuilah orang yg mengamalkan bid'ah otomatis ia telah meninggalkan sunnah
Sedih. Mohon jangan ribut. Marilah saling menghormati. Ukhuwah itu wajib lho...
-Zurei-
@mas thohir anam
mas, saya kira permasalahan mushhaf dan adzan Jumat sudah jelas dan bukan bid'ah yang baik (Rasul telah menjamin para sahabat jauh dari bid'ah) Sila baca note kami di FB yang kami cantumkan langsung di sini. Penulisnya Nashruddin Syarief (bisa ditemui di pemikiranislam.net). Kutipan ini dari note kami (di sebelah bawah): https://www.facebook.com/notes/stay-connected-with-allah/seputar-dalil-pembenaran-muludan/639977319382548
-Bid’ah Hasanah vs Dlalalah-
Persoalan bid’ah apakah yang semuanya dlalalah ataukah ada yang hasanah dan sayyi’ah, merupakan persoalan yang selalu diperdebatkan di kalangan para penganutnya, khususnya antara madzhab Maliki, Hanbali, dengna Madzhab Syafi’i. para ulama madzhab Syafi’I, semisal an-Nawawi, Ibn Hajar, al-Haramain/al-Juwaini. ‘Izzuddin ibn ‘Abdissalam, al-Ghazali, dan as-Syafi;I sendiri selalu menyatakan bahwa bid’ah ada yang baik (hasanah/mahmudah) dan ada yang jelek (sayyi’ah/madzmumah), tidak semuanya jelek/sesat (Shahih Muslim kitab al-Jumu’ah bab takhfifis-shalat wal-khutbah no. 2042).
Madzhab Syafi’I selalu berpegang pada pernyataan Umar bahwa upayanya dalam menyatukan jamaah shalat Tarawih pada satu imam adalah “bid’ah yang baik” (ni’mal-bid’atu hadzihi) sebagai dalil bahwa bid;’ah tidak semuanya dlalalah. Dalil lainnya, Abu Bakar yang mengumpulkan shuhuf al-Quran dan Utsman ibn Affan yang menambahkan adzan sebelum Jumat di pasar. Akan tetapi para ulama yang berbeda pendapat dari madzhab Sfai’I tersebut mempunyai analisa yang lebih cermat.
Pertama, terobosan baru yang diadakan Abu Bakar, Umar dan Utsman sudah terjamin oleh Nabi saw sendiri terbebas dari bid’ah:
Kalian mesti mengikuti sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapatkan hidayah dan petunjuk, peganglah ia dengan teguh dan gigitlah dengan gigi geraham. Dan jauhilah olehmu perkara yang dibuat-buat, karena setiap yang dibuat-buat itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu adalah sesat (Sunan Abi Dawud kitab as-sunnah bab fi luzum as-sunnah no. 4609).
Jaminan Nabi saw tersebut benar-benar sesuai dengan fakta kasusnya. Jika dianalisa lebih lanjut, apa yang dilakukan Abu Bakar, Umar dan Utsman tersebut bukanlah bid’ah, melainkan tetap sunnah. Apa yang dilakukan oleh Abu Bakar bukan bid’ah karena Abu Bakar sama sekali tidak menambah al-Quran. Urutan surat disusun sedemikian rupa pun di masa Utsman bukan bid’ah sebab tidak dengan pembuatan aturan bahwa surat-surat tersebut harus dibaca berurutan tidak boleh acak. Surat-surat dalam mushhaf saat ini tetap tidak boleh dibaca secara acak. Yang tidak boleh itu ayatnya, dan harus dibaca berurutan. Umar pun demikian, shalat Tarawih berjamaah pernah dicontohkan Rasul saw hanya memang tidak dirutinkan, sebabnya takut diwajibkan. Ketika Nabi saw wafat ketakutan itu sudah tidak ada, maka Umar memutuskan berjamaah itu sebaiknya dirutinkan. Adapun Utsman menambah adzan pertama bukan bid’ah, karena bukan adzan syar’i, melainkan pengumuman untuk orang-orang di pasar saja bahwa Jumat sudah dekat, dan jaraknya jauh berselang dari adzan syar’i di masjid. Yang bid’ah itu ketika adzan tersebut dibawa ke masjid dan dianggap sebagai syari’at yang tidak boleh ditinggalkan.
Kedua, para sahabat justru sangat benci pada setiap amal-amal ibadah yang dibuat baru dan tidak dicontohkan Nabi saw, meski itu baik. Ketika ada halaqah-halaqah dzikir di masjid yang dipandu oleh seseorang dengan aturan takbir, tahlil dan tasbih masing-masing dibaca 100 kali, Ibn Mas’ud memprotesnya dengan keras dan menyatakan bahwa amal itu sesat karena tidak mengikuti sunnah Nabi saw dan sahabat. Saat itu pemimpin halaqah tersebut berkilah:
“Demi Allah wahai Abu ‘Abdirrahman (Ibn Mas’ud), tujuan kami bagus.” Ibn Mas’ud menimpali: “Banyak sekali yang maksudnya baik tapi tidak benar.” (Sunan ad-Darami kitab al-muqaddimah bab fi karahiyah akhdzir-ra’yi bo. 204. Hadits ini dinilai shahih oleh al-Albani dalam as-Silsilah as-Shahihah 5:4)
Majalah Risalah No. 11 Th. 50 Februari 2013 hal. 64-70
-Zurei- (lagi) maaf
@thohir anam
Satu lagi note kami tentang bid'ah hasanah bisa dikunjungi di https://www.facebook.com/notes/stay-connected-with-allah/menyoal-bidah-hasanah/592428184137462
-Zurei-
@mas thohir
Makanya mas, dengan logika sederhana saja semuanya sudah jelas.
Saya senyum saja membaca ijtihad itu bid'ah hasanah.
Membaca satu keterangan itu harus ditunjang oleh keterangan-keterangan lain, tidak bisa asal menyimpulkan hingga menjadi SALAH dan KELIRU.
Perihal ijtihad http://anindiia.wordpress.com/2012/06/07/ijtihad/
Tentu Ijtihad itu tak bisa sembarangan
ITU DALIL NAS SAYA TIDAK BUTUH AKAL, " KATANYA KULLU BID'ATIN DHOLAALAH " SETIAP TIDAKADA CONTOH PASTI SESAT. SAYA TIDAH AKAL-AKALAN, SUDAH USANG SETIAP PERMASALAHAN KALAU SUDAH TERJEPIT MEMAKAL YANG DANGKAL. KELUARKAN SAJA HADISTNYA KALAU MEMANG MUHADDISTIN.
Memang wahabi gagal paham
Posting Komentar