Karena Masih Ada yang Lebih Berharga

8 Oktober 2011

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar...
(QS. Al Baqarah: 155)
Seorang lelaki bermuram durja karena masalah yang sedang dihadapinya. Merasa kesulitan, ia berharap mendapat solusi dari salah satu tabi’in yang mulia, Yunus bin Ubaid (wafat 139 H). Setelah lelaki gundah itu mengadukan segala kesulitannya, Yunus bin Ubaid pun berkata,
“Apakah engkau senang memberikan penglihatanmu untuk dibeli dengan seratus ribu dirham)” Laki-laki itu menjawab, “Tidak” Dia berkata, “Lalu bagaimana dengan pendengaranmu?” Laki-laki itu menjawab, “Tidak”. Dia berkata, “Lalu bagaimana dengan lidahmu?” Laki-laki itu  menjawab, “Tidak”. Dia berkata, “Lalu bagaimana dengan otakmu?” Dia berkata, “Juga tidak, meskipun sedikit” Lalu ia mengingatkannya pada nikmat-nikmat Allah yang lain atas dirinya.

Kemudian Yunus bin Ubaid pun berkata, “Saya melihat bahwa engkau memiliki ratusan ribu dirham, tetapi engkau masih juga mengeluh?”
(Siyar A’lam An Nubala, Adz Dzahabi. Dikutip juga dalam Aina Nahnu min Akhlaq As Salaf, ‘Abdul ‘Aziz bin Nashir Al Jalil dan Bahauddin bin Fatih Uqail)
Sepenggal kisah di atas adalah suatu kisah yang telah menggambarkan kita kepada satu hal, yaitu bagaimana para ulama salaf bijak dalam menghadapi permasalahan. Mereka tidak menangisi ujian sebagaimana banyak yang dilakukan orang dari zaman sekarang, justru mereka memiliki satu sudut pandang yang menarik, mereka melihat sesuatu dari sisi yang lain, termasuk dalam melihat ujian dan kesusahan.
Kalau di zaman sekarang dengan mudahnya orang berkeluh kesah tentang kesulitan yang dihadapinya, maka lihatlah bagaimana nasihat ini menjadi sumber inspirasi yang dahsyat ketika kita memandang hal lain satu permasalahan. Kita tidak hanya memandang sesuatu yang hilang dari kita karena ujian itu, tapi juga sesuatu yang masih kita miliki, sesuatu yang masih kita punya, dan bukan sesuatu yang sekadar kita impikan.
Cobalah kita amati sekitar kita, ketika seseorang ditimpa ujian berupa perginya yang ia impikan dan inginkan, ia hanya terus meratap. Ia hanya mengejar bayang-bayang yang tak bisa ia miliki tanpa sadar bahwa ia masih memiliki banyak hal berharga lainnya.
Karena itu, cobalah untuk membuka pandangan kita lebih luas tentang dunia, tentang bijak dalam menghadapi masalah, tentang menghargai apa yang kita miliki. Karena sadarlah, masih banyak nikmat Allah yang masih kita miliki dan masih banyak berkah Allah yang masih –insya Allah- kita kejar. Jangan jadikan mata anda yang luar biasa itu tertutup oleh kabut kesedihan semata. Ujian itu ada bukan untuk ditangisi, tapi untuk dilewati.
Bogor, 8 Oktober 2011
Artikel Cafe Sejenak.


Artikel Terkait



1 komentar:

  • Ramul

    Subhanallah....super sekali.... :-)

  • Posting Komentar