Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar...(QS. Al Baqarah: 155)
Seorang
lelaki bermuram durja karena masalah yang sedang dihadapinya. Merasa kesulitan,
ia berharap mendapat solusi dari salah satu tabi’in yang mulia, Yunus bin Ubaid
(wafat 139 H). Setelah lelaki gundah itu mengadukan segala kesulitannya, Yunus
bin Ubaid pun berkata,
“Apakah
engkau senang memberikan penglihatanmu untuk dibeli dengan seratus ribu dirham)”
Laki-laki itu menjawab, “Tidak” Dia berkata, “Lalu bagaimana dengan
pendengaranmu?” Laki-laki itu menjawab, “Tidak”. Dia berkata, “Lalu bagaimana
dengan lidahmu?” Laki-laki itu menjawab,
“Tidak”. Dia berkata, “Lalu bagaimana dengan otakmu?” Dia berkata, “Juga tidak,
meskipun sedikit” Lalu ia mengingatkannya pada nikmat-nikmat Allah yang lain
atas dirinya.
Kemudian
Yunus bin Ubaid pun berkata, “Saya melihat bahwa engkau memiliki ratusan ribu
dirham, tetapi engkau masih juga mengeluh?”
(Siyar
A’lam An Nubala, Adz Dzahabi. Dikutip juga dalam Aina Nahnu min Akhlaq As
Salaf, ‘Abdul ‘Aziz bin Nashir Al Jalil dan Bahauddin bin Fatih Uqail)
Sepenggal
kisah di atas adalah suatu kisah yang telah menggambarkan kita kepada satu hal,
yaitu bagaimana para ulama salaf bijak dalam menghadapi permasalahan. Mereka tidak
menangisi ujian sebagaimana banyak yang dilakukan orang dari zaman sekarang,
justru mereka memiliki satu sudut pandang yang menarik, mereka melihat sesuatu
dari sisi yang lain, termasuk dalam melihat ujian dan kesusahan.
Kalau
di zaman sekarang dengan mudahnya orang berkeluh kesah tentang kesulitan yang
dihadapinya, maka lihatlah bagaimana nasihat ini menjadi sumber inspirasi yang
dahsyat ketika kita memandang hal lain satu permasalahan. Kita tidak hanya
memandang sesuatu yang hilang dari kita karena ujian itu, tapi juga sesuatu
yang masih kita miliki, sesuatu yang masih kita punya, dan bukan sesuatu yang
sekadar kita impikan.
Cobalah
kita amati sekitar kita, ketika seseorang ditimpa ujian berupa perginya yang ia
impikan dan inginkan, ia hanya terus meratap. Ia hanya mengejar bayang-bayang
yang tak bisa ia miliki tanpa sadar bahwa ia masih memiliki banyak hal berharga
lainnya.
Karena
itu, cobalah untuk membuka pandangan kita lebih luas tentang dunia, tentang
bijak dalam menghadapi masalah, tentang menghargai apa yang kita miliki. Karena
sadarlah, masih banyak nikmat Allah yang masih kita miliki dan masih banyak
berkah Allah yang masih –insya Allah- kita kejar. Jangan jadikan mata anda yang
luar biasa itu tertutup oleh kabut kesedihan semata. Ujian itu ada bukan untuk
ditangisi, tapi untuk dilewati.
Bogor, 8 Oktober 2011
Artikel Cafe Sejenak.
1 komentar:
Subhanallah....super sekali.... :-)
Posting Komentar