Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Madinah gempar. Masalahnya saat itu kaum muslimin kehilangan pemimpinnya. Banyak sikap yang ditunjukkan oleh sebagian kaum muslimin maupun orang-orang munafik pasca kematian nabi terakhir.
Saat itu kaum muslimin diancam perpecahan. Pasalnya setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, terlihatlah sebagian sikap kaum munafik yang enggan membayar zakat. Ada lagi yang kembali kepada kekafirannya, seperti yang nyaris terjadi di Makkah saat itu. Bahkan, yang lebih parah adalah munculnya golongan nabi palsu yang mengaku mendapat wahyu. Salah satunya yang termasyhur adalah Musailamah al-Kadzdzab dari Bani Hanifah yang telah memiliki banyak pengikut di Yamamah.
Sementara itu di Madinah, kondisi tak menentu. Kaum muslimin berduka karena wafatnya Rasulullah. Ada sebagian orang yang kurang menguasai dirinya. Salah satunya Umar bin Khattab yang menghunuskan pedangnya dan berkata, “Barangsiapa yang mengatakan Rasulullah telah mati, maka saya akan penggal lehernya. Rasulullah tidak meninggal, beliau menemui Rabbnya seperti Musa. Beliau akan kembali dan akan memenggal siapa pun yang mengatakan bahwa beliau telah wafat,”
Seakan-akan Madinah suram tanpa masa depan. Namun, ternyata ada seorang pria yang masih mampu menguasai dirinya. Pria itu keluar dan melihat Umar masih seperti semula. Lalu pria itu berkata Umar, “Duduklah Umar!”. Namun, seakan tidak mendengar perkataan pria itu, Umar masih tetap berdiri. Lalu, pria gagah nan bersahaja itu menunjukkan penguasaan dirinya yang begitu hebat:
“Barangsiapa di antara kalian menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah wafat. Tapi jika kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati!”
Lalu, pria itu membacakan sebuah ayat,
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.(QS Ali Imran: 144)
Semua orang termenung, menyadari bahwa sesungguhnya Rasulullah telah wafat. Umar pun jatuh seakan-akan kakinya tidak kuat menahan beban dirinya. Umar tahu, bahwa Rasulullah telah benar-benar menemui Rabbnya.
Siapakah pria gagah nan bersahaja itu? Pria itulah yang dikenal dalam sejarah sebagai Abu Bakar as-Shiddiq. Nama aslinya adalah Abdullah bin Abi Quhafah. Usianya kurang lebih selisih dua tahun dengan usia Nabi. Entah sudah berapa banyak kemuliaan Abu Bakar yang tidak ditelan sejarah. Diantaranya sebagai as-Shiddiq (yang membenarkan), teman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hijrah, imam pengganti Rasulullah ketika sakit, dan masih banyak lagi.
Dan sekarang, pria mulia itu tetap berdiri kokoh di tengah-tengah kondisi yang makin tak menentu. Saat itu ternyata sedang ada pertemuan kaum Anshar di Saqifah (bangsal) Bani Sa’adah mengenai khalifah (pengganti) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sempat terjadi beberapa perselisihan tentang hak kekhalifahan. Bahkan, dalam pertemuan itu nyaris terjadi perpecahan ketika salah seorang Anshar berkata agar di antara kaum muslimin terdapat 2 pemimpin, yang satu dari Muhajirin dan yang lain dari Anshar. Tetapi tentu saja hal itu tidak dibenarkan.
Dalam suatu riwayat, ketika itu Umar bin Khattab sempat berkata kepada Abu Ubaidah bin Jarrah, “Engkau adalah kepercayaan umat ini, maka ulurkanlah tanganmu agar aku membaiatmu”. Tetapi Abu Ubaidah menolak permintaan Umar dan berkata yang kira-kira maknanya, ”Ketika Rasulullah sakit, Abu Bakar menggantikan beliau menjadi imam. Karena itu mari kita baiat pengganti Rasulullah”
Sementara itu, dalam riwayat lain disebutkan bahwa Umar nyaris dibaiat. Namun hal itu ditentang keras oleh Umar sendiri sembari berkata, “Demi Allah! Aku tidak akan menjadi pemimpin dalam suatu kaum bila di tengah-tengahnya terdapat Abu Bakar.”
Akhirnya, Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah. Dan dengan ini beliau digelari sebagai Khalifah Rasulullah.
Mengapa pada akhirnya Abu Bakar yang dibaiat? Padahal Abu Bakar tinggal di tengah-tengah masyarakat Anshar dan hidup di lingkungan mereka. Bahkan ditengah-tengah kaum Anshar terdapat sosok yang berpotensi sebagai pemimpin, seperti Sa’ad bin Ubadah yaitu pemimpin Aus. Jawabannya karena sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang muhajir (orang yang berhijrah), seperti Abu Bakar. Karena itu yang menjadi khalifah adalah kaum muhajirin juga. Lalu bagaimana dengan kaum Anshar? Sesungguhnya kaum Anshar telah rela untuk menjadi penolong (anshar) bagi Rasulullah dan khalifah sesudah beliau.
Sementara itu, Abu Bakar juga ditunjuk menjadi imam ketika nabi sedang sakit. Dan pernah suatu hari, seorang wanita bertanya kepada Rasulullah (kejadian ini terjadi kurang lebih 1 tahun sebelum Rasulullah wafat) tentang suatu perkara. Lalu Rasulullah menjawab, “Kembalilah tahun depan,”. Namun wanita itu bertanya, “Bila tahun depan aku tidak lagi bertemu denganmu, maka kepada siapa lagi aku harus bertemu?”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Temuilah Abu Bakar!”.
Awal masa kekuasaan Khalifah Rasulullah
Saat Abu Bakar baru menjabat sebagai khalifah, hampir seluruh Jazirah Arab telah murtad kecuali Makkah dan Madinah. Saat itu, keberangkatan pasukan Usamah (pasukan yang rencananya dikirim ke bagian utara Jazirah Arab sesaat sebelum Rasulullah wafat) sempat tertunda karena Rasulullah waat. Lalu, setelah pemakaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selesai, sempat terjadi perdebatan tentang pemberangkatan itu. Masalahnya Madinah sedang diancam bahaya dari kabilah-kabilah Arab yang murtad di sekeliling Madinah. Tetapi, Abu Bakar kembali menunjukkan kemuliaannya sebagai seorang pemimpin besar,
“Demi Allah! Aku akan tetap menetapkan apa yang telah ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Demi Allah! Sekiranya burung-burung menyambar kami, dan binatang buas mengepung Madinah, serta anjing-anjing menarik kaki Ummahatu Mukminin. Demi Allah, aku akan tetap melaksanakan apa yang telah ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”
Lalu, Umar pun sempat mengusulkan agar panglima Usamah bin Zaid diganti dengan orang lain karena dirinya masih muda. Tetapi, lagi-lagi kembali Abu Bakar menunjukkan kepribadiannya yang kokoh,
“Celakalah ibumu, wahai Ibnu Khattab! Apakah engkau menginginkan aku mencopot orang yang telah dipilih Rasulullah!? Demi Allah, pasukan Usamah akan berangkat sebagaimana perintah Rasulullah!”
Dan pernah dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Umar sempat mengusulkan kepada Abu Bakar agar membiarkan orang-orang yang enggan membayar zakat. Tetapi Abu Bakar menjawabnya dengan penuh kemantapan,
“Apakah engkau akan bersikap lunak padahal sebelumnya aku berharap agar engkau bersikap keras!?”
Sesungguhnya, jawaban-jawaban Abu Bakar tadi telah menggambarkan bagaimana kepribadian seorang Abu Bakar yang benar-benar bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Rasulullah. Yang terus konsisten di jalan ittiba’ kepada apa yang telah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam gariskan.
Pengiriman Pasukan Usamah
Pemberangkatan pasukan Usamah ke utara memang membuahkan hasil. Karena dengan melihat pasukan Usamah, kaum murtad yang mengira bahwa kaum muslimin tidak memiliki kekuatan lagi akhirnya kembali berpikir bahwa sesungguhnya semangat Islam dan ruh jihad belum mati.banyak di antara mereka akhirnya kembali memeluk Islam dan sebagian yang lainnya membatalkan serangan ke Madinah. Bahkan, dengan pengiriman pasukan Usamah ini, kaum muslimin mendapatkan ghanimah dari daerah sekitar kekuasaan Romawi di Arab Utara, sehingga meningkatkan kembali semangat dan moral kaum muslimin.
Memberantas Kemurtadan
Dalam memberantas orang-orang yang murtad, Abu Bakar mengirim kurang lebih 11 pasukan untuk meredam rongrongan mereka. Tetapi salah satu kejadian yang terekam dalam sejarah sebagai salah satu episode pertempuran yang paling dahsyat dalam perang memberantas kaum murtad (Perang Riddah). Yaitu pertempuran Yamamah. Pertempuran dimana kaum muslimin berhadapan dengan sang nabi palsu, Musailamah al-Kadzdzab dari Bani Hanifah dan para pengikutnya.
Pada awalnya, semangat kaum muslimin kendor. Namun, karena arahan yang tepat dari para sahabat senior (di antaranya Tsabit bin Qais, Zaid bin Khattab, Salim Maula Abu Hudzaifah) dan komando yang diambil oleh sang legenda pertempuran: Khalid bin Walid, Syaifullah al-Maslul (pedang Allah yang terhunus). Akhirnya kaum muslimin mampu bangkit dan berhasil mendesak pasukan Musailamah ke dalam sebuah kebun berdinding tinggi yang dikenal sebagai Kebun Maut.
Kebun maut memiliki dinding yang tinggi dan tebal. Pintunya pun ditutup dengan rapat dari dalam. Kaum muslimin sempat kesulitan untuk memasukinya. Namun, ada seorang yang akhirnya berhasil masuk ke dalam kebun setelah dilempar dengan galah (karena badannya ringan) dan membukakan pintu kebun itu agar kaum muslimin bisa masuk. Dialah sosok yang terlupakan dalam sejarah Islam sebagai pahlawan di Perang Yamamah saat itu. Dialah al-Barra’ bin Malik, saudara Anas bin Malik.
Akhirnya, pasukan Musailamah tewas di tangan kaum muslimin. Tidak kurang dari 20.000 orang murtad tewas, termasuk Musailamah. Dengan ini, selesailah pertempuran Yamamah yang menjadi titik penuh arti dalam pemberantasan kemurtadan di masa Abu Bakar.
Efek Yamamah
Pasca pertempuran Yamamah, memang angka kemurtadan di masa Abu Bakar sudah menurun. Tetapi ternyata jumlah kaum muslimin yang gugur dalam pertempuran itu tidak sedikit. Diantaranya sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Zaid bin Khattab, Tsabit bin Qais, dan Salim Maula Abu Hudzaifah. Dan ternyata, pertempuran Yamamah banyak memakan korban dari kaum muslimin yang kebanyakannya adalah hafidz Qur’an. Sehingga dikhawatirkan penghapal Qur’an makin sedikit, maka Umar bin Khattab mengusulkan agar al-Qur’an segera disusun dalam satu mushaf. Akhirnya, proyek penyusunan al-Qur’an ini telah berlangsung dari zaman Abu Bakar hingga selesai di masa pemerintahan Utsman bin Affan.
Masa Akhir Kepemimpinannya
Di akhir masa kepemimpinannya, Abu Bakar berhasil menstabilkan keadaan kaum muslimin seperti semula. Seluruh Jazirah Arab berhasil disatukan kembali oleh pemerintahan Islam. Sementara itu, setelah kondisi internal negara sudah stabil maka Abu Bakar sempat mengutus pasukan Khalid bin Walid ke Utara untuk menyerbu negeri Romawi. Dan dengan mudah, sang Pedang Allah ini berhasil menguasai sebagian Irak.
Wafat
Setelah dua tahun menjabat, Abu Bakar terkena sakit yang pada akhirnya menjadi sebab dirinya meninggal dunia. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa Abu Bakar terkena demam tinggi lantaran mandi air dingin.
Ketika sakitnya makin parah, Abu Bakar lalu bermusyawarah dengan para sahabat untuk khalifah sepeninggalnya, yaitu Umar bin Khattab. Abu Bakar sempat bertanya kepada Abdurrahman bin Auf lalu dijawab, “Dia lebih baik daripada yang engkau kira, wahai khalifah Rasulullah,” kemudian Abu Bakar bertanya kepada Utsman bin Affan dan dijawab, “Menurutku, apa yang tersembunyi darinya lebih baik dari apa yang tampak darinya.”
Lalu, setelah bermusyawarah, Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan untuk menulis, “Ini merupakan perintah Abu Bakar bin Abi Quhafah di akhir hayatnya, menjelang keluar darinya, dan pada permulaan masanya menuju akhirat. Sekiranya orang yang berdusta jujur, orang yang fajir rajin, dan orang yang kafir beriman, sungguh aku telah mencari pengganti bagi kalian...”
Lalu, Abu Bakar pingsan. Mengetahui hal itu, Utsman lalu menambahkan dalam suratnya, “Telah kucari pengganti atas kalian, yaitu Umar bin Khattab”.
Hal itu dilakukan Utsman agar jika Abu Bakar tiba-tiba meninggal, kaum muslimin tidak ada yang berselisih atas siapa khalifah selanjutnya. Hal ini juga karena Utsman tahu bahwa Abu Bakar telah bertanya mengenai penggantinya, yaitu Umar bin Khattab.
Ketika Abu Bakar sadar, beliau meminta Utsman membacakan apa yang telah ia tulis dan ia tambahkan. Mendengar penambahan yang dilakukan Utsman, Abu Bakar berkata, “Allahu Akbar, Aku melihat kamu khawatir jika aku mati dan manusia berselisih dan diantara mereka terjadi fitnah. Semoga engkau dibalas oleh Allah dengan kebaikan dari Islam dan kaum muslimin, wahai Utsman”
Dan akhirnya, manusia mulia itu pun pergi menemui Rabbnya setelah sakit beberapa lama. Beliau dishalatkan langsung oleh Umar bin Khattab dan dimakamkan di sisi makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Beliau wafat setelah menjabat khalifah selama kurang lebih dua tahun. Ai awal pemerintahannya Jazirah Arab terpecah belah. Namun setelah beliau menjabat, Jazirah Arab kembali menjadi satu di bawah pemerintahan Islam. Abu Bakar telah berhasil membangun sebuah pondasi untuk masyarakat rabbani yang selanjutnya akan terus berkembang.
Sifat-sifat Kepemimpinannya
Yang pertama, stabil dan mampu menguasai diri. Hal ini ditunjukkan oleh Abu Bakar ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat. Ketika banyak orang yang terpukul atas kematian nabi hingga akhirnya tidak bisa melakukan apa-apa, tapi Abu Bakar masih tetap berpikir jernih. Ketika yang lainnya muram tertunduk, Abu Bakar tetap berdiri tegak. Bahkan ketika Umar mengancam akan membunuh siapa yang telah mengatakan bahwa nabi telah wafat, Abu Bakar berhasil menyadarkannya, bahkan menyadarkan seluruh kaum muslimin akan wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ya, Abu Bakar masih tetap stabil ketika yang lain goyah.
Yang kedua, teguh pendirian dan konsisten dengan ittiba’ kepada Rasulullah. Ketika ada beberapa orang tidak setuju dengan pemberangkatan pasukan Usamah, Abu Bakar masih tetap pada pendiriannya. Ketika orang-orang menolak kepemimpinan Usamah yang masih muda, Abu Bakar tetap memegang teguh prinsipnya untuk tetap berjalan di koridor yang telah Rasulullah gariskan.
Yang ketiga, visioner. Perang Riddah adalah salah satu bukti bahwa beliau bersifat visioner. Ada beberapa orang yang ingin membiarkan mereka murtad begitu saja. Tetapi tidak dengan Abu Bakar. Beliau melihat bahwa bila kondisi itu tetap berjalan, maka kaum muslimin tidak akan pernah bersatu. Begitu pula dengan pemberangkatan pasukan Usamah.
Waktu itu ada seseorang memasuki masjid dan melihat seorang laki-laki mencium kepala laki-laki yang berada di depannya sembari berkata, “Demi Allah, sekiranya bukan karena engkau, niscaya kami akan binasa”. Lalu orang itu bertanya, “Siapa yang dicium dan siapa yang mencium itu?”. Lalu dijawab, “Itu adalah Umar bin Khattab yang mencium kepala Abu Bakar. Mengingat kedudukan Abu Bakar ketika terjadi kemurtadan dan pasukan Usamah”
Ya, Abu Bakar telah melakukan langkah yang begitu tepat demi kemajuan Islam di generasi selanjutnya. Dan hal itu adalah buah dari sikap visioner Abu Bakar.
Yang keempat, mencintai dan dicintai rakyatnya. Dalam suatu riwayat disebutkan jika Abu Bakar berjalan di pasar, maka anak-anak akan segera menghampirinya dan memegang bajunya sambil berkata, “Bapakku, bapakku...”. Abu Bakar pun terbukti tetap mencintai rakyatnya ketika seorang wanita berkata, “Dulu engkau adalah pemerah susu ternak kami. Lantas jika engkau menjadi khalifah, apakah engkau tidak akan menjadi pemerah susu ternak kami lagi?” lalu Abu Bakar menjawab sambil memerah susu ternaknya, ”Aku masih akan menjadi pemerah susu ternakmu.”
Lalu ada lagi kisah terakhir tentang seorang wanita tua. Setiap pagi, ada seorang pria membersihkan rumahnya. Wanita itu tidak tahu siapa pria itu. Ketika mendengar hal itu, Umar juga penasaran hingga akhirnya Umar menunggu di depan rumah wanita tua itu. Ketika pagi, yang datang ternyata Abu Bakar. Beliau membersihakn rumah wanita tua itu dan pulang setelah rumahnya beres.
Ya, beliaulah khalifah Rasulullah. Manusia teragung setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga kita semua bisa memetik hikmah dari setiap langkah hidupnya.
Wallahu a’lam.
2 komentar:
Gin,baru abu bakar?
yang lainnya juga dong!!
@Isal
maunya sih 4 khalifah, tapi kebanyakan. insya Allah nanti terbit lagi.
Posting Komentar