Nikmatnya Keimanan

1 Agustus 2010

Sebenarnya, nikmat apa yang paling utama? Nikmat apa yang sering kita lupakan? Nikmat apa yang jarang kita syukuri? Mungkin banyak yang akan menjawab nikmat kesehatan. Namun, ternyata ada satu nikmat yang jauh lebih penting dan lebih bermanfaat bagi kita yang justru jarang kita syukuri. Nikmat apa itu? Jawabannya adalah nikmat iman.
            Mengapa nikmat iman itu penting?
            Nikmat iman sebenarnya adalah karunia Allah yang paling mulia. Bayangkan saja, dengan keimanan yang tertancap di hati, maka kehidupan ini akan berjalan dengan lancar dan mulus. Dengan keimanan ini, kehidupan kita akan menjadi sejuk. Bayangkan bila di kehidupan ini tidak ada rasa keimanan yang tumbuh di hati manusia. Bagaimana jadinya dunia ini? Iman itu bagaikan penunjuk arah. Bila tidak ada keimanan, maka bagaimana kehidupan akan berjalan? Kehidupan akan menjadi tanpa arah bila keimanan itu tidak ada.
            Syukuri Nikmat Itu!
            Dan sekarang, sudah saatnya anda mulai merenung dan berpikir. Bahwa bila anda memiliki keimanan itu di hati anda, maka anda adalah manusia yang sangat beruntung. Anda adalah manusia yang dirahmati Allah. Mengapa?
            Cobalah anda buka kisah para nabi Allah. Dan cermati kisah-kisah itu dengan baik. Cobalah anda buka dari mulai Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Luth, hingga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Coba anda simak baik-baik kisah-kisah mereka yang diutus Allah. Adakah ibrah dari kisah mereka? Tentu banyak. Tapi satu hal yang berkaitan dengan pembahasan kita kali ini: Nikmat Iman.
            Jika anda adalah manusia yang dihatinya bersemi keimanan, maka bersyukurlah! Karena anda telah dikaruniai nikmat yang sangat agung oleh Allah, nikmat keimanan!

            Bayangkanlah, bukankah nikmat keimanan itulah yang diminta oleh Nabi Nuh untuk puteranya, Nabi Ibrahim untuk ayahnya, Nabi Luth untuk isterinya, dan Nabi Muhammad untuk pamannya?

            Bukankah Nabi Nuh ingin agar di dalam hati anaknya, Kan’an, bersemi keimanan?
            Bukankah Nabi Ibrahim pernah meminta kepada Allah agar di hati Azar, ayahnya yang merupakan pembuat patung, tumbuh keimanan?
            Bukankah Nabi Luth ingin agar hati isterinya tertancap keimanan?
            Bukankah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pernah meminta agar di hati pamannya, Abu Thalib, terdapat keimanan?
            Namun, apakah Abu Thalib sempat beriman? Apakah Kan’an sempat beriman? Apakah Isteri nabi Luth sempat beriman? Apakah Azar pernah beriman? Anda insya Allah sudah tahu jawabannya.
            Dan sekarang, keimanan yang didamba-dambakan para Nabi untuk seluruh keluarga dan ummatnya itu ada di dalam hati anda. Keimanan yang telah dikaruniakan oleh Allah untuk anda.
            Karena itu, anda harus bersyukur! Anda bukanlah siapa-siapa. Anda bukan turunan Nabiyullah yang mulia, anda bukan keturunan Rasulullah yang mulia. Tapi ternyata, di dalam hati anda terdapat sesuatu yang pernah diminta oleh Ibrahim, Luth, Nuh, dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk keluarganya.
            Bahkan sekarang, sudah berapa banyak orang yang Allah telah mencabut keimanan dari dalam hatinya. Saya sudah pernah berkali-kali mendengar kisah orang-orang yang hatinya tidak stabil karena tidak ada keimanan. Saya pernah mendengar kisah orang-orang nyeleneh di sana-sini. Seperti orang liberal dan sekuler yang melihat segala sesuatu dari sisi materi saja. Atau orang yang menjadi komunis dan menganggap Tuhan itu tidak ada karena logikanya, atau orang-orang yang murtad dari agama yang lurus yaitu Islam karena tertipu dunia.
            Maka dari itu, sudahkah anda rasakan nikmat iman itu di hati anda? Kalau sudah, maka resapi dalam-dalam keimanan itu, syukuri, dan pertahankanlah!
            Wallahu a’lam

Artikel Terkait



0 komentar:

Posting Komentar