Sudahkah kita berbuat baik hari ini? Jawablah dengan jujur wahai saudaraku. Jika memang kita sudah melakukan suatu kebaikan pada hari ini, maka introspeksi diri kita lagi. Sudah benarkah kebaikan kita? Sudah luruskah niat kita untuk berbuat baik? Sudah sempurnakah kebaikan kita? Sudah benarkah cara kita untuk melakukan kebaikan itu?
Sahabat…
Janganlah kita mengira bahwa setiap perbuatan yang kita anggap baik itu adalah baik pula di hadapan orang lain dan Allah. Karena sering sekali kita melihat banyak orang yang berbuat baik, tetapi niatnya ternyata agar mendapatkan pujian dan jabatan. Hal ini mungkin pernah terjadi di sekitar hidup kita.
“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.” (H.R Bukhari dan Muslim)
Hadits ini sebenarnya berkenaan tentang seseorang yang berhijrah ke Madinah demi seorang wanita yang ingin dinikahinya. Berkaitan dengan hal itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam mengeluarkan hadits ini. Hal ini karena beliau sadar bahwa di antara barisan kaum muhajirin, ternyata ada yang hijrah dengan niat yang salah. Tentu beliau tidak menyukai hal itu karena hijrah bukanlah perkara yang mudah. Hijrah adalah perkara yang sulit karena mereka harus keluar dari kampung halaman mereka sendiri. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam ingin agar hijrah mereka itu mendapatkan pahala yang besar dari Allah karena keikhlasan mereka. Namun ternyata ada seseorang yang berniat lain, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam mengingatkan hal ini dalam hadits tadi.
Begitu pula dengan amal kebaikan kita. Kita harus ikhlas dalam beramal dan beribadah agar mendapatkan pahala dari Allah. Jangan sampai kita banyak berbuat baik namun tidak mendapatkan apa-apa hanya karena niat kita yang salah.
Lain halnya dengan orang yang melakukan kebaikan yang mulanya berniat baik, tetapi ternyata caranya salah. Seperti contohnya bersedekah dengan menggunakan uang curian, mengajarkan Islam dengan kekerasan, yasinan, dll. Hal ini pun tentu salah. Karena meskipun niatnya baik, tetapi ternyata caranya salah maka hal itu tidak akan bermanfaat sama sekali. Seperti halnya para ahli bid’ah di dunia ini. Mereka melakukan suatu amalan yang dianggap baik namun ternyata amalan tersebut tidak berdasarkan dalil-dalil yang shahih. Maka amalan itu pun tertolak.
“sesungguhnya sebaik-baik perkataan ialah Kitabullah (al-Qur'an), sebaik-baiknya petunjuk ialah petunjuk Muhammad, sejelek-jelek perkara ialah yang diada-adakan (bid'ah), dan setiap bid'ah itu sesat." (H.R. Muslim)
Jika kita beramal, maka kita harus tahu dasar akan amalan tersebut. Adakah dalil yang kuat tentang amalan kita? Apakah Allah dan rasulNya pernah memerintahkan amalan tersebut kepada kita? Jangan sampai kita mengada-adakan suatu perkara yang tidak ada dalilnya. Karena hal itu adalah bid’ah yang kesesatannya adalah nyata. Bahkan, ada pepatah yang mengatakan bahwa setiap perbuatan kita di dunia itu adalah haram, kecuali jika ada dalil yang menyuruh kita untuk melakukan hal tersebut.
Intinya, dalam beribadah sebenarnya dikenal dengan dua prinsip, yaitu niat dan dalil. Jangan sampai kita melakukan suatu kebaikan dengan niat yang salah atau melakukan kebaikan tanpa dalil yang menguatkan amalan tersebut. Jangan sampai kita melakukan suatu amalan kebaikan namun hal itu tidak mendapatkan balasan dari Allah karena kita melakukannya dengan niat yang salah atau bid’ah. Jangan sampai seluruh amalan kita menjadi sia-sia.
“Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?", Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan Kami tidak Mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat,” (Q.S. al-Kahf: 103-105)
Wallahu a’lam
0 komentar:
Posting Komentar