Suatu waktu Amirul Mukminin Umar bin Khattab ingin mengangkat seorang gubernur di suatu wilayah. Sebelum pelantikan gubernur yang baru itu, Umar bin Khattab terlebih dahulu bermain-main dan mencium anak sang calon gubernur. Terlihat sekali rasa kasih sayang Umar kepada anak kecil itu, meskipun dirinya bukan ayah anak itu. Dan terlihat sekali anak itu begitu senang dan bahagia ketika bersama Umar. Setelah selesai mencium anak itu, Umar pun menurunkan anak itu dari pelukannya. Setelah melihat itu, sang calon gubernur bertanya,
“Apakah engkau selalu begitu wahai Amirul Mukminin?”
“Tentu saja,” jawab Umar.
“Demi Allah, aku tidak pernah mencium anakku sekalipun,” kata calon gubernur itu.
Setelah mendengar hal itu, tanpa basa-basi Umar langsung merobek surat tugas yang rencananya akan diberikan pada calon gubernur itu dan membatalkan pelantikannya.
“Bagaimana bisa engkau menyayangi rakyatmu sedangkan dirimu saja tidak menyayangi keluargamu,” ucap Amirul Mukminin Umar bin Khattab.
Begitulah kira-kira kisah yang diambil dari sebuah buku yang berjudul Kisah-kisah Islami yang Menggetarkan Hati karya Hasan Zakaria Fulaifal. Kisah ini mengandung banyak hikmah yang mampu kita ambil.
Kisah ini sebenarnya mengajarkan kita, sebagai kaum muslimin untuk terus dan tetap berkontribusi kebaikan bagi sekitar kita. Kita sebagai kaum muslimin harus bisa membawa efek positif bagi lingkungan kita. Kita harus bisa membawa pengaruh yang baik bagi alam yang kita tempati. Karena sedari awal, misi para nabi dan rasul tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai rahmat semesta alam.
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. al-Anbiyaa: 107)
Ya, kita sebagai seorang muslim harus bisa mengukir jejak-jejak kebaikan di dunia. Jangan sampai kehadiran anda sebagai muslim hanya menjadi sia-sia karena tidak adanya pengaruh anda. Anda harus bisa memberikan sentuhan kebaikan dan kasih sayang anda kepada lingkungan anda. Dan seharusnya, anda harus bisa melakukannya di tengah-tengah manusia.
Kisah Umar tadi telah mengajarkan kita, bahwa sesungguhnya orang yang pertama kali merasakan manfaat anda adalah keluarga kita sendiri. Bagaimana kita bisa membawakan kemaslahatan bagi masyarakat luar sedangkan keluarga kita sendiri tidak merasakan manfaat diri anda? Mulailah dengan lingkungan terdekat kita. Lakukan kebaikan itu dengan langkah yang pasti. Meskipun lambat, namun harus terarah. Langkah kebaikan kita harus mengarahkan diri kita dan keluarga kita ke arah yang lebih baik dan sempurna. Dengan ini kita bisa membuktikan bahwa diri kita pantas untuk melangkah keluar dan terjun langsung ke masyarakat demi mengarahkan mereka pada kebaikan. Namun, bagaimana caranya?
Tentu saja dengan dakwah! Dengan menyeru pada kebaikan dan mencegah pada kemungkaran. Karena sesungguhnya, merekalah orang-orang yang beruntung.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung,” (Q.S. Ali Imran: 104)
Dengan dakwah, maka diri anda telah membangun generasi emas umat manusia. Dengan dakwah, maka anda telah mengambil kendali umat ini dan mengarahkannya ke arah yang lebih baik. Dan dengan dakwah, anda bisa meninggalkan pengaruh positif dan anda telah berkontribusi dalam hal kebaikan dan mewujudkan Islam sebagai fitrahnya, Islam sebagai rahmat semesta alam! Dan dengan dakwah, kita bisa meninggalkan sentuhan kebaikan pada generasi umat Islam selanjutnya sebagai umat yang terbaik di dunia.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah...” (Q.S. Ali Imran: 110)
Dan generasi pendahulu kita telah membuktikannya, bahwa sesungguhnya muslim memiliki kontribusi besar bagi perkembangan dunia ke arah yang lebih baik. Di bawah bendera Islam ilmu itu berkembang pesat. Pengetahuan-pengetahuan yang bagaikan pelita telah menerangi dunia yang gelap. Ya, Islam telah memberikan sentuhan kebaikannya kepada dunia. Dan generasi-generasi sebelum kita telah membuktikan bahwa mereka mampu berkontribusi.
Begitu pula kepribadian dan akhlak pendahulu kita. Mulai dari generasi sahabat nabi, tabiin, dan tabiuttabi’in telah menunjukkan dan menyebarkan manfaat serta kemuliaan dengan akhlak mereka yang indah. Dengan akhlak mereka yang mulia, mereka berhasil menyebarkan kebaikan dan kemuliaan ke muka bumi ini. Mereka mulai mengubah dunia dengan mengubah kepribadian diri mereka sendiri, lalu kepribadian kaum kerabat mereka, lalu kepribadian lingkungan mereka, lalu kepribadian generasi penerus mereka.
Lihatlah strategi dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam! Beliau bukan berdakwah dengan kekerasan, melainkan dengan akhlak yang mulia. Dan dengan akhlak mulia itu, manfaat dari diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak hanya bagi kaum muslimin saja, bahkan hingga kaum kafir pun merasakan manfaat dan kebaikan dari diri Rasulullah. Beliau mulai dengan akhlak beliau sendiri, lalu menyebarkan kebaikan dari mulai keluarganya, lalu ke kerabat dan sahabatnya, lalu masyarakatnya, lalu generasi penerusnya, dan akhirnya seluruh dunia!
Dan kisah Amirul Mukminin Umar bin Khattab bersama sang calon gubernur pun mengajarkan kita tentang seni mempengaruhi orang. Kisah tadi sebenarnya menyiratkan bahwa kita harus mempengaruhi dunia dan tidak terpengaruh dunia. Lihatlah Umar bin Khattab! Yang telah menguasai banyak wilayah dan penguasa kaum muslimin! Dirinya telah mengembangkan sayap Islam hingga ke negeri Persia dan Romawi. Memang dunia dengan izin Allah telah berada di dalam kekuasaannya. Tetapi sama sekali beliau tidak terpengaruh dunia, bahkan dirinyalah yang mempengaruhi dunia!
Bagaimana Umar memperhatikan seorang anak kecil dengan kasih sayangnya. Dirinya telah mempengaruhi anak kecil itu hingga sang anak pun nyaman berada di dekatnya. Berbeda dengan ayah sang anak yang rupanya terpengaruh oleh dunia hingga akhirnya rasa cintanya pada anaknya telah berpindah kepada cinta dunia. Dirinya bahkan tidak mampu mempengaruhi dan memberi sentuhan kelembutan, kasih sayang, dan kebaikan kepada anaknya sendiri. Bagaimana bisa orang seperti itu mampu mengurus dunia, sedangkan mengurus anaknya saja tidak bisa?
Sahabat...
Bagaimana dengan kita? Mampukah kita berkontribusi bagi kemajuan dunia? Mampukah kita mengukir prestasi kebaikan diri kita? Mampukah kita mempengaruhi dunia dan tidak terpengaruh dunia?
Wallau a’lam.