Ketika Ibadah Menyelisihi Sunnah

27 Juli 2012
Ibadah itu tauqifiyah, maknanya ia tidak disyari’atkan sedikit pun kecuali dengan dalil dari Al Qur’an dan Sunnah. Dan apa pun yang tidak disyari’atkan dianggap bid’ah yang tertolak
-Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan-
  Suatu hari di saat setelah terbit fajar, ada seorang lelaki yang shalat di hadapan Sa’id bin Musayyab rahimahullah (wafat 94 H). Lelaki itu shalat lebih banyak daripada dua rakaat dan ia memperbanyak ruku’ dan sujudnya. Sa’id bin Musayyab pun melarang hal tersebut, maka kemudian lelaki itu bertanya, “Wahai Abu Muhammad (panggilan Sa’id bin Musayyab), apakah Allah akan menyiksaku karena shalat?”
              Kemudian Sa’id bin Musayyab menjawabnya, “Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyelisihi sunnah” (Sanadnya Shahih: Diriwayatkan Ad Darimi, ‘Abdurrazzaq, dan Baihaqi. Lihat Irwaul Ghalil, Syaikh Al Albani)

        Inilah jawaban seorang yang dalam pemahamannya atas urusan agama. Inilah jawaban indah seorang ulama mengenai berbagai macam bentuk ibadah yang diada-adakan oleh tangan manusia-manusia jahil dan kurang pemahamannya atas agama Islam yang lurus ini. sebagian orang menganggap bahwa jika seseorang melarang orang lain untuk melakukan sebuah ibadah tertentu (yang tidak ada asalnya), maka orang tersebut membenci ibadah. Padahal bukanlah ibadah yang dibenci, namun caranya yang menyelisihi sunnah itulah yang dibenci. Seperti kisah di atas, bukan ibadah shalatnya yang dibenci, tapi penyimpangannya yang seharusnya diluruskan agar tidak menodai ibadah tersebut.
         Kaidah Penting Dalam Ibadah
          "Hukum asal dari ibadah adalah batal (haram), hingga tegak dalil (argument) yang memerintahkannya" (I’lamul Muwaqqi’in, Ibnul Qayyim Al Jauziyah)
          "Hukum asal ibadah adalah tauqif dan ittiba' ( bersumber pada ketetapan Allah dan mengikuti Rasul)” ( Al Bayan, Abdul Hamid Hakim)
             Dalilnya adalah,
             Yang pertama, firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam kitab-Nya:
          “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Hujurat:1)
Syaikh As Sa’di berkata, “...Yaitu dengan menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Dan hendaknya mereka berjalan mengikuti perintah Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dalam semua urusan, tidak mendahului Allah dan Rasul-Nya; tidak mengatakan sesuatu, sehingga Allah mengatakannya. Mereka tidak memerintahkan, sehingga Allah memerintahkannya.
           Yang kedua, Sabda Rasulullah ﷺ:
          “Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (Shahih:HR Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718, Abu Dawud no. 4606 dan Ibnu Majah no. 14)
          Dan masih banyak lagi dalil yang semakna dan senada dengan hal di atas.
          Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan berkata, “Ibadah itu tauqifiyah, maknanya ia tidak disyari’atkan sedikit pun kecuali dengan dalil dari Al Qur’an dan Sunnah. Dan apa pun yang tidak disyari’atkan dianggap bid’ah yang tertolak, sebagaimana sabda Rasulullah : “Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami maka tertolak.” Maknanya, amalan tersebut ditolak dan tidak diterima bahkan ia berdosa karenanya, sebab amalan (yang tidak diperintahkan) tersebut termasuk kemaksiatan, bukan ketaatan” (Aqidatut Tauhid hlm. 54)
       Jadi, jika kita ingin beribadah maka yang harus kita pahami adalah apakah ibadah tersebut memiliki landasan dalil atau tidak.
        Amalan Terbaik, Bukan Hanya Terbanyak
        "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (QS. Al-Mulk: 2)
      "Sesungguhnya kami menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar kami menguji mereka siapakah yang terbaik perbuatannya". (QS. Al-Kahfi: 7)
          Amalan yang mengantarkan kita kepada Allah adalah amalan yang yang paling baik, yang berlandaskan dengan keikhlasan dan juga sesuai dengan contoh Rasulullah ﷺ. Sebagaimana yang dikatakan Fudhail bin Iyadh, Fudhail bin ‘Iyadh, "Ahsanu ‘amala, adalah amalan yang paling ikhlas dan yang paling benar".
Jadi penghambaan diri yang paling sempurna dengan 2 syarat, yaitu hendaklah ‘ubudiyah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan penuh keikhlasan kepada-Nya dan sesuai dengan syari'at. (Untukmu yang Berjiwa Hanif, Armen Halim Naro)
Ingatlah sekali lagi, bahwa yang diperintahkan adalah amalan yang terbaik, tidak hanya terbanyak. Untuk apa selama ini beribadah secara bersungguh-sungguh namun ternyata tidak mendapatkan nilai apa-apa dari Allah melainkan mengundang murka-Nya?
“Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisaa: 115)
Terakhir, kami sampaikan perkataan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu yang semoga mampu menjadi pendorong kita untuk hidup dalam naungan sunnah Nabi Muhammad dan menjauhi apa yang tidak beliau contohkan,
“Sederhana dalam sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam bid’ah.” (Atsar Shahih: HR. ad-Darimi (223), al-Lalika'i (1/55, 88) dan yang selainnya.)
Semoga Allah memperbaiki keadaan kita, ibadah kita, dan hati-hati kita semua.
Wa shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aali hi wa shahbihi wa sallam, Akhiru da’wana anil hamdulillahi Rabbil ‘Aalamiin
Sumber Penulisan:
 Buku Putih Dakwah Salafiah. Zaenal Abidin bin Syamsudin. Jakarta: Pustaka Imam Abu Hanifah
Tarekat, Tasawuf, Tahlilan, dan Maulidan. Hartono Ahmad Jaiz. Solo: Wacana Ilmiah Press
Untukmu yang Berjiwa Hanif. Armen Halim Naro. Bogor: Pustaka Darul Ilmi
Berpegang Dengan Kebenaran. Dr. Walid Ar Rabi’. Dimuat dalam almanhaj.or.id
Kewajiban Ittiba’ Kepada Rasulullah . Dimuat dalam abangdani.wordpress.com
Lebih Baik Sederhana Dalam Sunnah Daripada Bersungguh-sungguh Tapi Bid'ah. Karya Syaikh Zakariyya bin Ghulam Qodir al-Bakistani. Dimuat dalam ummushofi.wordpress.com
Memahami Ibadah, Rukun-rukun dan Syarat-syaratnya. Artikel oleh Abu Ammar al-Ghoyami. Dimuat dalam alghoyami.wordpress.com

Surabaya, 27 Juli 2012 / 7 Ramadhan 1433 H
Di waktu dhuha yang penuh berkah, Regin Iqbal Mareza.
Artikel Cafe Sejenak

Artikel Terkait



3 komentar:

  • @wa2n tips

    Seharusnya yg namanya ustadz tuh ngajak umat kpd tauhid dan meninggalkan syirik; kpd sunnah dan jauhi bid'ah agar selamat dunia akherat...

    ustadz kok bisnis...beuuuuh.!!!

  • Adyan
    Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
  • Unknown

    Betul banget tapi G salah juga ust bisnis kok asal tau aturan mainnya dalam syariat 🤗

  • Posting Komentar