Tidak boleh melakukan amar ma’ruf nahi munkar kecuali orang yang di dalam dirinya terdapat tiga hal: lemah lembut dalam menyuruh dan melarang, adil dalam menyuruh dan melarang, dan mengetahui terhadap yang dia suruh dan (dia) larang-Sufyan Ats Tsauri, Jami’ul Ulum wal Hikam (II/256)-
Kita terkadang melihat ada beberapa orang yang mengenakan peci, baju koko, sarung atau celana pentalon. Di dagu sebagian dari mereka dihiasi oleh beberapa helai jenggot, mata mereka meradang. Di tangan mereka telah siap sebilah kayu untuk dijadikan pentungan. Dari jauh, masya Allah, terlihat sebagai muslim sekali. Mungkin mereka terlihat seperti muslim yang terasingkan dan telah geram dengan berbagai kemaksiatan yang merajalela. Mereka dengan serta merta menghancurkan dan melakukan pengrusakan tempat maksiat yang selama ini membuat mereka ‘gerah’.
Lisan mereka pun berbicara. Pekik takbir menggema ketika melakukan perusakan. Ketika di majelis mereka, lisan mereka bertutur layaknya seorang ahli debat. Hujat sana hujat sini. Bertemu dengan orang yang pemikirannya sedikit berbeda dengannya langsung bilang sesat. ‘ngaku’ memakai Qur’an dan hadits namun lisannya mengalir bak sungai yang kotor. Yang keluar hanyalah cercaan. Bukannya menjadi baik, lawan bicaranya malah menjauh darinya.