Hukum Kuburan Nabi di Dalam Masjid (Bantahan bagi Para Penyembah Kubur)

18 Juni 2011

Pertanyaan:
Bagaimana memberi jawaban kepada para penyembah kuburan yang berargumentasi dengan dikuburkannya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam Masjid Nabawi?
Jawaban:
Jawabannya dari beberapa aspek:
Yang pertama, bahwa masjid tersebut tidak dibangun di atas kuburan akan tetapi ia sudah dibangun semasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup.
Yang kedua, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak dikuburkan di dalam Masjid sehingga bisa dikatakan bahwa 'ini adalah sama artinya dengan penguburan orang-orang shalih di dalam masjid' akan tetapi beliau a dikubur-kan di rumahnya (yang berdampingan dengan masjid sebab sebagai-mana disebutkan di dalam hadits yang shahih bahwa para Nabi dikuburkan di tempat di mana mereka wafat-penj).
Yang ketiga, Bahwa melokalisir rumah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , juga rumah Aisyah sehingga menyatu dengan masjid bukanlah berdasarkan kesepaka-tan para sahabat akan tetapi hal itu terjadi setelah mayoritas mereka sudah wafat, yaitu sekitar tahun 94 H. Jadi, ia bukanlah atas dasar pembolehan dari para sahabat semuanya, akan tetapi sebagian mereka ada yang menentang hal itu, di antara mereka yang menentang tersebut terdapat pula Said bin al-Musayyib dari kalangan Tabi'in.
Yang keempat, bahwa kuburan Nabi tersebut tidak terletak di dalam masjid bahkan telah dilokalisir, karena ia berada di dalam bilik tersendiri yang terpisah dari masjid. Jadi, masjid tersebut tidaklah dibangun di atasnya. Oleh Karena itu, di tempat ini dibuat penjagaan dan dipaga-ri dengan tiga buah dinding. Dan, dinding ini diletakkan pada sisi yang melenceng dari arah kiblat alias berbentuk segitiga. Sudut ini berada di sisi utara sehingga seseorang yang melakukan shalat tidak dapat menghadap ke arahnya karena ia berada pada posisi melenceng (dari arah kiblat).
Dengan demikian, argumentasi para budak (penyembah) kuburan dengan syubhat tersebut sama sekali termentahkan.
Rujukan:
Kumpulan Fatwa dan Risalah Syaikh Ibnu Utsaimin, Juz II, hal. 232-233.

Artikel Terkait



1 komentar:

  • ijin share di FB. syukron..

  • Posting Komentar