Suatu hari, saya pernah menerima curhat seseorang. Dirinya cerita tentang dirinya yang katanya galak, judes, jutek, dll. Sifatnya itu mungkin pada akhirnya mengundang komentar dari ibunya, “gimana kamu bisa dapat pacar?”. Saya menerima curhatannya itu dengan tertawa, “hahaha...” dan mengakhirinya dengan kalimat, “santai aja!”.
Pada hari yang lain, saya kembali menerima cerita curhat nan serupa. Dia berkata,
“gin, mau tau cerita tentang ‘wanita galak yang gak punya pacar’ gak?”. Lalu saya hanya merespon,
“Ya maulah...”
dan cerita itu pun berakhir serupa dengan cerita saya yang pertama.
Dan lagi-lagi saya mendapatkan cerita lagi dari adik kelas saya.
“tau gak cara menolak cowok dengan baik?”
“emang kenapa? Jangan-jangan ada yang nembak ya?” jawab saya.
“enggak, jaga-jaga aja. Aku kan lagi gak mau pacaran.”
“gak mau pacaran tapi PDKTnya (dia sedang PDKT dengan seseorang yang dia suka bernama ****) berlebihan. Berarti jangan-jangan ada yang ngedeketin ya?” respon saya.
“ah, gw ma **** bukan PDKT lagi! yang ngedeketin gw itu si **** ! dia dah nganggap gw kayak pacarnya sendiri, padahal nembak aja belom...” begitulah jawabannya kira-kira. Dan akhirnya, curhatan itu pun berakhir serupa dengan yang pertama dan kedua.
Dan kembali pada hari yang lain, saya menyalakan TV dan mencoba mencari channel TV yang menarik. Lalu ternyata langkah pencarian saya terhenti sebentar ketika melihat infotainment. Saya melihat hal yang mungkin cukup aneh: seorang artis tidak memiliki pacar dan mereka terus-terusan dihujamkan pertanyaan tentang statusnya. Dan saya merasa aneh dengan para wartawan: apakah setiap artis harus memiliki pacar? Karena mereka (wartawan) begitu antusias untuk meliput seorang artis jomblo. Seakan-akan hal itu merupakan sebuah keanehan ketika seseorang memilih jalan jomblo dibandingkan pacaran.
Dan dari uraian-uraian di atas, maka dari sana saya bisa melihat. Bahwa di sini, saat ini, di dunia ini, telah terjadi pergeseran kebutuhan yang sangat mendasar. Dan apa kebutuhannya itu? Kebutuhannya itu: PACAR dan PACARAN.
Ya, saya heran bagaimana kondisi dunia bisa sangat berbeda seperti saat ini? Pacaran menjadi hal pokok yang sepertinya harus diamalkan oleh setiap insan di dunia ini. Saya banyak menerima komentar-komentar yang terkesan bernada sinis kepada orang yang memilih untuk tidak pacaran, seperti kurang gaul, kurang PD, tidak laku, sok alim, atau bahkan yang lebih sakit: tidak memiliki perasaan kasih sayang kepada lawan jenis! Dan sadar atau tidak, bahwa ternyata sindiran, ejekan, celaan, dan cemoohan seperti itu justru akan menambah jumlah orang yang pacaran. Mengapa? Karena mereka mampu terbakar emosi karena serasa harga diri mereka jatuh. Dan akhirnya, mereka masuk ke dalam lubang kenistaan modern yang bernama pacaran.
Tentu saya menyangkal dan menolak untuk pacaran. Karena pacaran bukanlah jalan terbaik demi menunjukkan siapa kita kepada orang lain. Tentu di sini, sebagai manusia biasa kita memiliki perasaan tertarik pada lawan jenisnya. Tetapi hal ini harus kita sadari sebagai bentuk ujian. Ujian apa?
“Mana yang lebih kita cintai? Nafsu belaka dan manusia biasa atau syariat Islam dan Rabb alam semesta?”
Kita memiliki rasa ketertarikkan. Namun sejauh mana kita bisa mengontrol perasaan dan diri kita? Sejauh mana kita bersabar dalam menjalani ujian tersebut?
Dan kembali lagi, bahwa pacaran sepertinya saat ini sudah menjadi kebutuhan hidup. Dan mereka yang pacaran sepertinya sudah sulit untuk lepas dari hal nista itu. Hal ini seperti ketagihan akan kenikmatan hal itu. Dan memang, hal itu sulit untuk diubah. Apalagi menyangkut hati dan perasaan seorang manusia tentu hal itu sangat sulit.
Padahal, yang buruk itu sudah jelas keburukannya, dan yang baik itu sudah jelas kebaikannya. Dan bagaimana pacaran? Orang yang berakal pasti tahu bahwa hal itu sudah melanggar syariat dari Allah. Dan dosanya bisa jadi sangat berat. Karena hal itu telah mendekati zina, atau bahkan mungkin bisa menimbulkan komplikasi, seperti berbohong atau berdusta, dll.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. al-Israa’: 32)
Wallahu a’lam
2 komentar:
ass wr wb, nice posting, gan, tapi tolong buka blog ane dong, hehe
http://harryapweedoodoo.blogspot.com/
nice ipoh gan, btw, follow link ane dong, hehe
http://harryapweedoodoo.blogspot.com/
Posting Komentar