Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma' wa Shifat

25 April 2012

Dan sungguh, Kami telah mengutus rasul pada tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah thagut itu!”
(QS. An Nahl: 36)
          Tauhid secara bahasa, adalah kata benda (nomina) yang berasal dari perubahan kata kerja wahhada–yuwahhidu, yang bermakna ‘menunggalkan sesuatu’. Sedangkan berdasarkan pengertian syariat, “tauhid” bermakna mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diriNya. Lebih lanjut lagi tauhid berarti meyakini keesaan Allah dalam rububiyah, ikhlas beribadah kepadaNya, serta menetapkan bagiNya nama-nama dan sifatNya. Adapun kekhususan itu meliputi rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat.[1]
          Tauhid Rububiyah
          Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah dalam penciptaan, kekuasaan, dan pengaturan.[2] Dalam definisi lain dijelaskan lebih lanjut bahwa Tauhidu rububiyah adalah penetapan bahwa Allah ta'ala adalah Rabb, Penguasa, Pencipta serta Pemberi Rezeki dari segala sesuatu. Dan juga menetapkan bahwa Allah adalah Dzat Yang Menghidupkan dan Mematikan, Pemberi Kemanfaatan dan Kemudharatan, yang Maha Esa dalam mengabulkan doa bagi orang yang membutuhkan. BagiNya-lah segala urusan, dan di tanganNya-lah segala kebaikan. Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada bagi-Nya sekutu dalam hal tersebut. Dan ke-imanan kepada takdir termasuk dalam tauhid ini.[3]

          Adapun dalil-dalilnya adalah
          “Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam” (QS. Al Fatihah: 1)
          Pengertian Rabb adalah yang menciptakan, menguasai, dan yang mengatur alam sebagaimana yang Allah kehendaki.[4]
          “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintahNya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al A’raf: 54)
 “...Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi ? tidak ada Tuhan selain dia; Maka Mengapakah kamu berpaling?” (QS. Fathir: 3)
          “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS. Az Zumar: 62)
          “Maha suci Allah yang di tanganNya-lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Mulk: 1)
          Namun, seseorang belum bisa dikatakan sebagai seorang muslim bila hanya mengakui tauhid rububiyah ini saja. Karena kaum musyrikin pun mengakui tauhid rububiyah ini. mereka pun mengakui bahwa Allah-lah Rabb alam ini, pemelihara semesta ini.
          “Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Allah’. Maka Katakanlah ‘Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?’” (QS. Yunus: 31)
          Abdullah bin Abbas berkata, “Termasuk keimanan mereka yaitu apabila ditanyakan kepada mereka siapa yang menciptakan langit, bumi dan gunung-gunung? Mereka menjawab: 'Allah'. Dan mereka adalah orang-orang yang musyrik”
          Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata, “Tidak ada seorang-pun yang menyembah Allah dan juga menyembah yang selainNya, melainkan dia meyakini Allah dan mengetahui bahwa Allah adalah sebagai Rabb,dan Penciptanya, yang memberikan rizqi kepadanya, tetapi keadaannya adalah sebagai orang yang mempersekutukanNya. Tidakkah engkau perhatikan bagaimana ucapan Ibrahim,
Maka apakah kalian tidak memperhatikan apa yang kalian sembah.,kalian dan nenek moyang kalian yang dahulu?. Karena sesungguhnya apa yang kalian sembah itu adalah musuhku, kecuali Rabb semesta alam (QS. Asy Syu’ara: 75-77)’”
Tauhid ini merupakan fitrah segenap manusia. Dalam nurani setiap orang, ia akan mengakui bahwa alam ini ada yang menciptakan, ada yang memelihara, dan ada yang menguasainya. Namun, banyak diantara manusia yang ditutupi keragu-raguannya sendiri.
...Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?...” (QS. Ibrahim: 10)
Begitu pun orang-orang yang mengingkari Rabb alam semesta karena kesombongan mereka. Dalam hati mereka tahu bahwa alam ini pasti ada yang mengaturnya sedemikian rupa sehingga alam ini berjalan sebagaimana mestinya.
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).” (QS. Ath Thur: 35-35)
Adapun pengingkaran adanya Tuhan oleh orang-orang atheis adalah karena kesombongan dan karena lemahnya akal mereka. Mereka menolak hasil renungan dari pikiran yang sehat. Siapa yang seperti ini sifatnya maka dia telah membuang akalnya dan mengajak orang lain untuk menertawakan dirinya.[5]
Tauhid Uluhiyah
Tauhid uluhiyah adalah tauhid ibadah. Karena ilah maknanya adalah ma’bud bi haqqin (yang diibadahi dengan benar). Maka tauhid uluhiyah ini dibangun di atas keikhlasan dalam beribadah kepada Allah ta'ala. Dalam kecintaan, khauf (takut), raja' (harapan), tawakkal, raghbah (permohonan dengan sungguh-sungguh), rahbah (perasaan cemas), dan doa hanya bagi Allah satu-satunya. Serta memurnikan ibadah-ibadah seluruhnya, baik ibadah yang lahir maupun yang batin hanya bagi Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Serta tidak menjadikan hal tersebut untuk selainNya. Tidak untuk malaikat yang dekat dengan Allah ta'ala, tidak pula bagi para nabi yang diutus. Terlebih lagi bagi selain keduanya.[6]
Tauhid inilah tujuan dakwah para Nabi, karena dengan tauhid uluhiyah ini manusia akan mengesakan Allah dengan ibadah, dengan kata lain agar manusia tidak menyekutukan Allah dengan seorang pun, baik dengan menyembah atau mendekatkan diri kepadanya, sebagaimana ia menyembah dan mendekatkan diri kepada Allah.
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, 'Bahwasanya tidak ada ilah melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku'." (QS. Al-Anbiya' : 25)
Adapun dalil-dalil untuk menetapkan tauhid uluhiyah ini adalah,
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS. Al Fatihah: 4)
Hai manusia, sembahlah Rabb kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa” (QS. Al Baqarah: 21)
Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya"”. (QS. Az Zumar: 2-3)
Katakanlah: "Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku". Maka sembahlah olehmu (hai orang-orang musyrik) apa yang kalian kehendaki selain Dia.” (QS. Az Zumar: 14-15)
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)
Tauhid ini merupakan pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. Tanpa merealisasikan tauhid ini, maka semua amal ibadah tidak akan diterima. Kalau ia tidak terwujud, maka bercokollah kesyirikan.
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi” (QS. Az Zumar: 65)
Tauhid ini juga kewajiban pertama segenap hamba. Sebagaimana firman Allah,
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak...” (QS. An Nisa’: 36)
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya...” (QS. Al Israa’: 23)

Dengan kata lain, tauhid uluhiyah inilah yang membedakan antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin. kaum musyrikin hanya mengakui bahwa Allah Rabb mereka tetapi mereka tidak beribadah kepadaNya. Ada pun kaum muslimin adalah yang mengaku bahwa Rabb alam semesta adalah Allah dan yang berhak diibadahi dengan benar dan sempurna dengan segala macam bentuk ibadah hanyalah Allah semata.
Tauhid Asma’ wa Shifat
Tauhid asma’ wa shifat adalah mengesakan Allah sesuai dengan Nama dan Sifat yang Dia sandangkan sendiri kepada diriNya dalam kitabNya atau melalui lisan RasulNya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Yaitu dengan menetapkan apa yang ditetapkan Allah dan menafikan apa yang dinafi’-kanNya. Tanpa tahrif, ta’thil, takyif, dan tamtsil.
Tahrif maknanya ialah mengubah lafazh/makna dari Nama dan Sifat Allah. Seperti perkataan sebagian orang yang mengatakan bahwa sifat istiwa’ (bersemayamnya) Allah menjadi istawla (menguasai), sifat marahnya Allah diganti dengan keinginan untuk menghukum atau membalas dendam, tangan Allah disimpangkan menjadi keadilan, kekuasaan, dan nikmat Allah.
Ta’thil adalah menghilangkan atau menolak sebagian atau seluruh sifat-sifat Allah. Misalnya orang-orang Jahmiyah meniadakan seluruh sifat Allah. Atau misal ketika ada yang berpikir bahwa sifat tangan bagi Allah adalah mustahil karena itu berarti menyamakan Allah dengan makhluk. Hal ini tentu saja sangat bertentangan dengan kebenaran karena sifat-sifat Allah ini telah disebutkan dalam Al Qur’an dan Hadits Nabi yang shahih sesuai dengan keagungan dan kebesaran Allah.
Takyif adalah menetapkan bentuk atau keadaan sifat itu. Maka sebagai seorang yang beriman kita tidak boleh mengatakan, “Bagaimana cara Allah beristiwa’? bagaimana wajah Allah?”. Kita juga dilarang menggambarkan Tangan Allah yang misalnya digambarkan bentuknya bulat, panjangnya sekian, ada ruasnnya, dan lain-lain. Kita hanya wajib mengimani, namun dilarang untuk menggambarkannya.
Tamtsil atau sering juga disebut Tasybih adalah menyamakan nama dan sifat Allah dengan makhlukNya. Misal kita menyamakan cara beristiwa’nya Allah seperti joki naik kuda, atau sifat turunnya Allah ke langit dunia di sepertiga malam terakhir seperti turunnya khatib dari mimbar.[7]
Cukuplah kita menetapkan dan mengimani nama-nama dan sifat Allah dengan dalil-dalil yang datang dari Qur’an dan Hadits.
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang menguasai hari pembalasan” (QS. Al Fatihah: 2-3)
Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kalian seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik)” (QS. Al Israa’:110)
Apakah kalian mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia” (QS. Maryam: 65)
Dialah Allah, tidak ada Sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik).” (QS. Thaha: 8)
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syura: 11)
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
Sesungguhnya Allah akan menggenggam bumi pada hari kiamat dan langit-langit berada di tangan kanan-Nya, lalu berfirman : ‘Aku adalah Raja’[8]
Kemudian, simaklah perkataan para ulama tentang menetapkan nama dan sifat Allah tanpa harus mempertanyakannya kembali.
Abul Hasan Al Asy’ari berkata, “Bahwasannya Allah mempunyai dua tangan tanpa perlu ditanyakan bagaimananya (kaifiyah-nya), sebagaimana firman-Nya : ‘Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku’, dan juga sebagaimana firman-Nya : ‘Akan tetapi kedua tangan-Nya terbuka”
Imam Abu Hanifah berkata, “Tidak boleh untuk dikatakan : Sesungguhnya (makna) tangan-Nya adalah kekuasaan-Nya atau nikmat-Nya, karena di dalamnya mengandung pengingkaran terhadap sifat (Allah). Ia adalah perkataan orang-orang Qadariyyah dan Mu’tazillah. Akan tetapi tangan-Nya adalah sifat yang tidak boleh ditanyakan bagaimananya (kaifiyah-nya)”[9]
Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para shahabatnya.
Wallahu a’lam.
Sumber Penulisan:
Al Qur’an
Abuljauzaa.blogspot.com
Al Mukhtashar Al Mufidah fii Bayaanii Dalaail Aqsaani At Tauhid, Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Abbad. Edisi Indonesia: Mengapa Tauhid Dibagi Tiga (Ebook)
At Tanbihat Al Lathiifah ‘ala Maa ihtawat ‘alaihil ‘Aqidah Al Wasithiyah minal Mabahits Al Munifah, Ibnu Taimiyah. Disyarah oleh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di. Edisi Indonesia: Syarah Aqidah Wasithiyah. Penerbit: Media Tarbiyah
At Tauhid Lish Shaffil Awwal Al ‘Ali, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan. Edisi Indonesia: Kitab Tauhid I. Penerbit: Darul Haq
Dirasatul Firaq, Tim Ulin Nuha Ma’had Aly An Nuur. Penerbit: Pustaka Arafah.
Syarh Tsalatsatil Ushul, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin. Edisi Indonesia: Ulasan Tuntas tentang Tiga Prinsip Pokok, Siapa Rabbmu? Apa Agamamu? Siapa Nabimu?. Penerbit: Darul Haq

Diselesaikan di Bogor pada Rabu, 25 April 2012. menjelang waktu shalat ashar
Artikel Cafe Sejenak
Footnote


[1] Lihat Al Qaul Al Mufid, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin; At Tauhid Lish Shaffil Awwal Al ‘Ali, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan
[2] Syarh Tsalatsatil Ushul. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin.
[3] Al Mukhtashar Al Mufidah fii Bayaanii Dalaail Aqsaani At Tauhid, Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Abbad
[4] Syarh Tsalatsatil Ushul. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
[5] Lihat At Tauhid Lish Shaffil Awwal Al ‘Ali, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan. Sementara untuk atsar-atsar sahabat dan tabi’in silakan lihat selengkapnya di kitab Al Mukhtashar Al Mufidah fii Bayaanii Dalaail Aqsaani At Tauhid karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Abbad
[6] At Tauhid Lish Shaffil Awwal Al ‘Ali, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan; Al Mukhtashar Al Mufidah fii Bayaanii Dalaail Aqsaani At Tauhid, Syaikh Abdurrazzaq Al Abbad
[7] Lihat: Syarah Aqidah Wasithiyah; Syarh Tsalatsatil Ushul
[8] HR. Bukhari (13/404) no. 7411 dalam Kitaab At-Tauhiid, Bab : Firman Allah ta’ala : ‘Kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku’; dari hadits Naafi’, dari Ibnu ‘Umar secara marfu’.
[9] Al Fiqhul Akbar, hlm. 302.

Artikel Terkait



9 komentar:

  • pasti fpi iki

  • Jundullah Abdurrahman Askarillah

    Maaf, antum telah salah sangka. Saya bukan FPI

  • Unknown

    syukron jazakumullahu ghoiron katsiro kang atas ilmunya.
    Izin copas kang,utk bahan pembelajaran
    terima kasih

  • Nafi Abdul Hakim

    alhamdulillah, terima kasih... bermanfaat buat tugas dan ilmu saya

  • Dlidir Jawa Tengah

    Artikel yang bagus, semoga Alloh SWT memberi barokah kepada Anda...
    by :
    layanan aqiqah solo

    Barokallohufiyk...

  • Pemuda Desa

    Tauhid dibagi 3 adalah menyimpang dari ASWAJA

    Di antara kekeliruan yang amat mendasar adalah

    1. Tidak dimasukannya Sifat Maha Pendidik dan Maha Pengasih dan Penyayang sebagai Sifat utama Rububiyah Allah dalam pembahasan Tauhid Rububiyah. Sedangkan arti Robb dan Rububiyah sangat erat dengan makna Pendidik dan Kasih Sayang. Ini menyebabkan hilang sensitifitas penganutnya terhadap Allah sebagai Robb dengan Sifat utama Rububiyah yaitu Yang Maha Pendidik dan Pemelihara serta Yang Maha Pengasih Dan Penyayang.

    https://pemudade.wordpress.com/2015/09/08/sifat-rahmat-kasih-sayang-adalah-sifat-utama-rububiyyah-allah/

    2. Dengan definisi Sifat Rububiyah yang disebut di atas, keluar pernyataan bahwa orang kafir mengakui Tauhid Rububiyah sebagaimana orang beriman. Dalam Al Quran tidak ada pernyataan bahwa orang kafir mengakui Allah sebagai Robb mereka. Bahkan Al Quran menyatakan bahwa orang kafir mengakui robb-robb selain Allah.

    https://pemudade.wordpress.com/2015/09/05/orang-kafir-mengakui-adanya-allah-bukan-sebagai-robb-mereka/

    https://pemudade.wordpress.com/2015/10/07/al-quran-membantah-bahwa-orang-kafir-mengakui-tauhid-rububiya/

    3. Namun dalam pembahasan Tauhid Asma Wa Sifat, metode pemahaman Asma dan Sifat Allah yang di satu sisi seolah-olah mempertahankan makna aslinya sedemikian rupa sehingga tidak mau bergeming dari mana zahirnya itu, sehingga misalnya menyifatkan Allah sebagai Nisyan (lupa) dan Makrun (menipu). Tetapi dalam memahami Sifat Rububiyah justru mengabaikan makna zahirnya yaitu Maha Pendidik dan Pemelihara serta Yang Maha Pengasih Dan Penyayang

    https://pemudade.wordpress.com/2015/09/28/jika-seseorang-mengakui-allah-sebagai-robb-baginya/

  • Di antara kekeliruan ajaran membagi Tauhid menjadi 3 (Rububiyah, Uluhiyah, Asma wa Sifat) yang amat mendasar adalah

    1. Tidak dimasukannya Sifat Maha Pendidik dan Maha Pengasih dan Penyayang sebagai Sifat utama Rububiyah Allah dalam pembahasan Tauhid Rububiyah. Sedangkan arti Robb dan Rububiyah sangat erat dengan makna Pendidik dan Kasih Sayang. Ini menyebabkan hilang sensitifitas penganutnya terhadap Allah sebagai Robb dengan Sifat utama Rububiyah yaitu Yang Maha Pendidik dan Pemelihara serta Yang Maha Pengasih Dan Penyayang.
    https://pemudade.wordpress.com/2015/09/08/sifat-rahmat-kasih-sayang-adalah-sifat-utama-rububiyyah-allah/



    2. Dengan definisi Sifat Rububiyah yang tidak memasukan Sifat Maha Mendidik/Memelihara dan Sifat Rahmat (Kasih Sayang) sebagai Sifat Utama Rububiyah Allah, keluar pernyataan bahwa orang kafir mengakui Tauhid Rububiyah sebagaimana orang beriman. Dalam Al Quran hanya ada pernyataan orang kafir mengakui adanya Allah tetapi bukan sebagai Robb bagi mereka. Bahkan Al Quran menyatakan bahwa orang kafir mengakui robb-robb selain Allah.
    https://pemudade.wordpress.com/2015/09/05/orang-kafir-mengakui-adanya-allah-bukan-sebagai-robb-mereka/
    https://pemudade.wordpress.com/2015/10/07/al-quran-membantah-bahwa-orang-kafir-mengakui-tauhid-rububiya/

    3. Namun dalam pembahasan Tauhid Asma Wa Sifat, metode pemahaman Asma dan Sifat Allah yang di satu sisi seolah-olah mempertahankan makna aslinya sedemikian rupa sehingga tidak mau bergeming dari mana zahirnya itu, sehingga misalnya menyifatkan Allah sebagai Nisyan (lupa), Makrun (menipu daya), Istawa alal arsy (bersemayam di atas arasy). Tetapi dalam memahami Sifat Rububiyah justru mengabaikan makna zahirnya yaitu Maha Pendidik dan Pemelihara serta Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
    https://pemudade.wordpress.com/2015/09/05/tauhid-rububiyyah-dalam-tauhid-3-bagian-melanggar-tauhid-al-asma-was-sifat/
    https://pemudade.wordpress.com/2015/10/06/anomali-tauhid-asma-wa-sifat-yang-memahami-sifat-allah-sesuai-lafaz-zahir-asma-dan-sifat-allah-kecuali-sifat-rububiyah/

    4. Kekeliruan membagi Tauhid menjadi tiga membawa kepada kerancuan dan kekacauan dalam kaidah mereka, yang memisahkan syahadat kepada Allah SWT dari syahadat kepada Rasulullah SAW.
    https://pemudade.wordpress.com/2015/12/08/kekeliruan-membawa-kepada-kerancuan/
    https://pemudade.wordpress.com/2015/11/22/anomali-pengikut-tauhid-3-serangkai-yang-percaya-dengan-ahlinya-kecuali-kepada-imam-mazhab/

  • الغرباء

    Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh akhy rahimakumullah, pembagian tauhid menjadi 3 ini tidak dikenal pada zaman Salafush Shalih (3 generasi kurun awal yang terbaik), coba datangkan satu keterangan saja dari para Sahabat Khulafaur Rasyidin/ Tabi'in/Tabi'ut Tabi'in yang menyatakan kesetujuan/ membolehkan pembagian trilogi tauhid ini.... Afwan, Wasallam....

  • abu neisya

    Bismillah, berpegang teguh kepada Alquran dan sunnah dengan pemahaman dari generasi umat islam terbaik. terimakasih

  • Posting Komentar