Dan sungguh, Kami telah mengutus rasul pada tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah thagut itu!”(QS. An Nahl: 36)
Tauhid
secara bahasa, adalah kata benda (nomina) yang berasal dari perubahan kata
kerja wahhada–yuwahhidu, yang
bermakna ‘menunggalkan sesuatu’. Sedangkan berdasarkan pengertian syariat, “tauhid” bermakna mengesakan Allah dalam
hal-hal yang menjadi kekhususan diriNya. Lebih lanjut lagi tauhid berarti
meyakini keesaan Allah dalam rububiyah, ikhlas beribadah kepadaNya, serta
menetapkan bagiNya nama-nama dan sifatNya. Adapun kekhususan itu meliputi rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat.[1]
Tauhid Rububiyah
Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah dalam penciptaan,
kekuasaan, dan pengaturan.[2] Dalam definisi lain
dijelaskan lebih lanjut bahwa Tauhidu rububiyah adalah penetapan bahwa Allah
ta'ala adalah Rabb, Penguasa, Pencipta
serta Pemberi Rezeki dari segala sesuatu. Dan juga menetapkan bahwa Allah
adalah Dzat Yang Menghidupkan dan Mematikan, Pemberi Kemanfaatan dan Kemudharatan,
yang Maha Esa dalam mengabulkan doa bagi orang yang membutuhkan. BagiNya-lah
segala urusan, dan di tanganNya-lah segala kebaikan. Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Tidak ada bagi-Nya sekutu dalam hal tersebut. Dan ke-imanan kepada
takdir termasuk dalam tauhid ini.[3]
Adapun dalil-dalilnya adalah
“Segala
puji bagi Allah, Rabb semesta alam” (QS. Al Fatihah: 1)
Pengertian Rabb adalah yang menciptakan, menguasai, dan yang mengatur alam
sebagaimana yang Allah kehendaki.[4]
“Sesungguhnya
Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintahNya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta
alam.” (QS. Al A’raf: 54)
“...Adakah
Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan
bumi ? tidak ada Tuhan selain dia; Maka Mengapakah kamu berpaling?” (QS.
Fathir: 3)
“Allah
menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS. Az
Zumar: 62)
“Maha
suci Allah yang di tanganNya-lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu.” (QS. Al Mulk: 1)
Namun, seseorang belum bisa dikatakan
sebagai seorang muslim bila hanya mengakui tauhid rububiyah ini saja. Karena kaum
musyrikin pun mengakui tauhid rububiyah ini. mereka pun mengakui bahwa
Allah-lah Rabb alam ini, pemelihara semesta ini.
“Katakanlah:
‘Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang
Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan
yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan
siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Allah’. Maka
Katakanlah ‘Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?’” (QS. Yunus: 31)
Abdullah bin Abbas berkata, “Termasuk
keimanan mereka yaitu apabila ditanyakan kepada mereka siapa yang menciptakan
langit, bumi dan gunung-gunung? Mereka menjawab: 'Allah'. Dan mereka adalah
orang-orang yang musyrik”
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata,
“Tidak ada seorang-pun yang menyembah Allah dan juga menyembah yang selainNya,
melainkan dia meyakini Allah dan mengetahui bahwa Allah adalah sebagai Rabb,dan
Penciptanya, yang memberikan rizqi kepadanya, tetapi keadaannya adalah sebagai
orang yang mempersekutukanNya. Tidakkah engkau perhatikan bagaimana ucapan
Ibrahim,
‘Maka apakah kalian tidak memperhatikan apa
yang kalian sembah.,kalian dan nenek moyang kalian yang dahulu?. Karena
sesungguhnya apa yang kalian sembah itu adalah musuhku, kecuali Rabb semesta
alam (QS. Asy Syu’ara: 75-77)’”
Tauhid
ini merupakan fitrah segenap manusia. Dalam nurani setiap orang, ia akan
mengakui bahwa alam ini ada yang menciptakan, ada yang memelihara, dan ada yang
menguasainya. Namun, banyak diantara manusia yang ditutupi keragu-raguannya
sendiri.
“...Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah,
Pencipta langit dan bumi?...” (QS. Ibrahim: 10)
Begitu
pun orang-orang yang mengingkari Rabb alam semesta karena kesombongan mereka. Dalam
hati mereka tahu bahwa alam ini pasti ada yang mengaturnya sedemikian rupa
sehingga alam ini berjalan sebagaimana mestinya.
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun
ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah
menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang
mereka katakan).” (QS. Ath Thur: 35-35)
Adapun
pengingkaran adanya Tuhan oleh orang-orang atheis adalah karena kesombongan dan
karena lemahnya akal mereka. Mereka menolak hasil renungan dari pikiran yang
sehat. Siapa yang seperti ini sifatnya maka dia telah membuang akalnya dan mengajak
orang lain untuk menertawakan dirinya.[5]
Tauhid
Uluhiyah
Tauhid
uluhiyah adalah tauhid ibadah. Karena
ilah maknanya adalah ma’bud bi haqqin (yang diibadahi dengan
benar). Maka tauhid uluhiyah ini dibangun di atas keikhlasan dalam beribadah
kepada Allah ta'ala. Dalam kecintaan, khauf
(takut), raja' (harapan), tawakkal, raghbah (permohonan dengan
sungguh-sungguh), rahbah (perasaan
cemas), dan doa hanya bagi Allah satu-satunya. Serta memurnikan ibadah-ibadah
seluruhnya, baik ibadah yang lahir maupun yang batin hanya bagi Allah semata,
tiada sekutu bagi-Nya. Serta tidak menjadikan hal tersebut untuk selainNya.
Tidak untuk malaikat yang dekat dengan Allah ta'ala, tidak pula bagi para nabi
yang diutus. Terlebih lagi bagi selain keduanya.[6]
Tauhid
inilah tujuan dakwah para Nabi,
karena dengan tauhid uluhiyah ini manusia akan mengesakan Allah dengan ibadah,
dengan kata lain agar manusia tidak menyekutukan Allah dengan seorang pun, baik
dengan menyembah atau mendekatkan diri kepadanya, sebagaimana ia menyembah dan
mendekatkan diri kepada Allah.
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun
sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, 'Bahwasanya tidak ada ilah
melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku'." (QS. Al-Anbiya'
: 25)
Adapun
dalil-dalil untuk menetapkan tauhid
uluhiyah ini adalah,
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan
hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS. Al Fatihah: 4)
“Hai manusia, sembahlah Rabb kalian Yang
telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian
bertakwa” (QS. Al Baqarah: 21)
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepadaNya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari
syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):
"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami
kepada Allah dengan sedekat-dekatnya"”. (QS. Az Zumar: 2-3)
“Katakanlah: "Hanya Allah saja Yang aku
sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku".
Maka sembahlah olehmu (hai orang-orang musyrik) apa yang kalian kehendaki selain
Dia.” (QS. Az Zumar: 14-15)
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat;
dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)
Tauhid
ini merupakan pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. Tanpa merealisasikan
tauhid ini, maka semua amal ibadah tidak akan diterima. Kalau ia tidak
terwujud, maka bercokollah kesyirikan.
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu
dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Allah),
niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”
(QS. Az Zumar: 65)
Tauhid
ini juga kewajiban pertama segenap hamba. Sebagaimana firman Allah,
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya
dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak...” (QS.
An Nisa’: 36)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya...” (QS. Al Israa’: 23)
Dengan
kata lain, tauhid uluhiyah inilah yang membedakan antara kaum muslimin dengan
kaum musyrikin. kaum musyrikin hanya mengakui bahwa Allah Rabb mereka tetapi
mereka tidak beribadah kepadaNya. Ada pun kaum muslimin adalah yang mengaku
bahwa Rabb alam semesta adalah Allah dan yang berhak diibadahi dengan benar dan
sempurna dengan segala macam bentuk ibadah hanyalah Allah semata.
Tauhid
Asma’ wa Shifat
Tauhid
asma’ wa shifat adalah mengesakan Allah
sesuai dengan Nama dan Sifat yang Dia sandangkan sendiri kepada diriNya
dalam kitabNya atau melalui lisan RasulNya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wasallam. Yaitu dengan menetapkan apa yang ditetapkan Allah dan menafikan apa
yang dinafi’-kanNya. Tanpa tahrif, ta’thil, takyif, dan tamtsil.
Tahrif
maknanya ialah mengubah lafazh/makna
dari Nama dan Sifat Allah. Seperti perkataan sebagian orang yang mengatakan
bahwa sifat istiwa’ (bersemayamnya)
Allah menjadi istawla (menguasai),
sifat marahnya Allah diganti dengan keinginan untuk menghukum atau membalas dendam,
tangan Allah disimpangkan menjadi keadilan, kekuasaan, dan nikmat Allah.
Ta’thil
adalah menghilangkan atau menolak
sebagian atau seluruh sifat-sifat Allah. Misalnya orang-orang Jahmiyah
meniadakan seluruh sifat Allah. Atau misal ketika ada yang berpikir bahwa sifat
tangan bagi Allah adalah mustahil karena itu berarti menyamakan Allah dengan
makhluk. Hal ini tentu saja sangat bertentangan dengan kebenaran karena
sifat-sifat Allah ini telah disebutkan dalam Al Qur’an dan Hadits Nabi yang shahih
sesuai dengan keagungan dan kebesaran Allah.
Takyif adalah
menetapkan bentuk atau keadaan sifat
itu. Maka sebagai seorang yang beriman kita tidak boleh mengatakan, “Bagaimana
cara Allah beristiwa’? bagaimana wajah Allah?”. Kita juga dilarang
menggambarkan Tangan Allah yang misalnya digambarkan bentuknya bulat,
panjangnya sekian, ada ruasnnya, dan lain-lain. Kita hanya wajib mengimani,
namun dilarang untuk menggambarkannya.
Tamtsil
atau sering juga disebut Tasybih adalah menyamakan nama dan sifat Allah dengan makhlukNya. Misal kita
menyamakan cara beristiwa’nya Allah seperti joki naik kuda, atau sifat turunnya
Allah ke langit dunia di sepertiga malam terakhir seperti turunnya khatib dari
mimbar.[7]
Cukuplah
kita menetapkan dan mengimani nama-nama dan sifat Allah dengan dalil-dalil yang
datang dari Qur’an dan Hadits.
“Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang
menguasai hari pembalasan” (QS. Al Fatihah: 2-3)
“Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah
Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kalian seru, Dia mempunyai al asmaaul
husna (nama-nama yang terbaik)” (QS. Al Israa’:110)
“Apakah kalian mengetahui ada seorang yang
sama dengan Dia” (QS. Maryam: 65)
“Dialah Allah, tidak ada Sesembahan (yang
berhak disembah) melainkan Dia, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang
baik).” (QS. Thaha: 8)
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia,
dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syura: 11)
Dan
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam,
“Sesungguhnya Allah akan menggenggam bumi
pada hari kiamat dan langit-langit berada di tangan kanan-Nya, lalu berfirman :
‘Aku adalah Raja’”[8]
Kemudian,
simaklah perkataan para ulama tentang menetapkan nama dan sifat Allah tanpa
harus mempertanyakannya kembali.
Abul
Hasan Al Asy’ari berkata, “Bahwasannya Allah mempunyai dua tangan tanpa perlu
ditanyakan bagaimananya (kaifiyah-nya), sebagaimana firman-Nya : ‘Aku ciptakan
dengan kedua tangan-Ku’, dan juga sebagaimana firman-Nya : ‘Akan tetapi kedua
tangan-Nya terbuka”
Imam
Abu Hanifah berkata, “Tidak boleh untuk dikatakan : Sesungguhnya (makna)
tangan-Nya adalah kekuasaan-Nya atau nikmat-Nya, karena di dalamnya mengandung
pengingkaran terhadap sifat (Allah). Ia adalah perkataan orang-orang Qadariyyah
dan Mu’tazillah. Akan tetapi tangan-Nya adalah sifat yang tidak boleh
ditanyakan bagaimananya (kaifiyah-nya)”[9]
Semoga
shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam
beserta keluarga dan para shahabatnya.
Wallahu
a’lam.
Sumber
Penulisan:
Al
Qur’an
Abuljauzaa.blogspot.com
Al Mukhtashar Al Mufidah fii
Bayaanii Dalaail Aqsaani At Tauhid, Syaikh Abdurrazzaq bin
Abdul Muhsin Al Abbad. Edisi Indonesia: Mengapa
Tauhid Dibagi Tiga (Ebook)
At Tanbihat Al Lathiifah ‘ala
Maa ihtawat ‘alaihil ‘Aqidah Al Wasithiyah minal Mabahits Al Munifah,
Ibnu Taimiyah. Disyarah oleh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di. Edisi Indonesia: Syarah Aqidah Wasithiyah. Penerbit:
Media Tarbiyah
At Tauhid Lish Shaffil Awwal
Al ‘Ali, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan. Edisi Indonesia: Kitab Tauhid I. Penerbit: Darul Haq
Dirasatul Firaq,
Tim Ulin Nuha Ma’had Aly An Nuur. Penerbit: Pustaka Arafah.
Syarh
Tsalatsatil Ushul, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin. Edisi Indonesia: Ulasan Tuntas tentang Tiga Prinsip Pokok,
Siapa Rabbmu? Apa Agamamu? Siapa Nabimu?. Penerbit: Darul Haq
Diselesaikan di Bogor pada Rabu, 25 April 2012. menjelang waktu shalat ashar
Artikel Cafe Sejenak
Footnote
[1] Lihat Al Qaul Al Mufid, Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin; At Tauhid Lish
Shaffil Awwal Al ‘Ali, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan
[2] Syarh Tsalatsatil Ushul. Syaikh Muhammad
bin Shalih Al Utsaimin.
[3] Al Mukhtashar Al Mufidah fii Bayaanii
Dalaail Aqsaani At Tauhid, Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Abbad
[4] Syarh Tsalatsatil Ushul. Syaikh Muhammad
bin Shalih Al Utsaimin
[5] Lihat At Tauhid Lish Shaffil Awwal Al ‘Ali,
Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan. Sementara untuk atsar-atsar sahabat dan
tabi’in silakan lihat selengkapnya di kitab Al
Mukhtashar Al Mufidah fii Bayaanii Dalaail Aqsaani At Tauhid karya Syaikh
Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Abbad
[6] At Tauhid Lish Shaffil Awwal Al ‘Ali,
Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan; Al
Mukhtashar Al Mufidah fii Bayaanii Dalaail Aqsaani At Tauhid, Syaikh Abdurrazzaq
Al Abbad
[7] Lihat: Syarah Aqidah Wasithiyah; Syarh Tsalatsatil Ushul
[8] HR.
Bukhari (13/404) no. 7411 dalam Kitaab
At-Tauhiid, Bab : Firman Allah ta’ala : ‘Kepada yang telah Ku-ciptakan
dengan kedua tangan-Ku’; dari hadits Naafi’, dari Ibnu ‘Umar secara marfu’.
[9] Al Fiqhul Akbar, hlm. 302.
9 komentar:
pasti fpi iki
Maaf, antum telah salah sangka. Saya bukan FPI
syukron jazakumullahu ghoiron katsiro kang atas ilmunya.
Izin copas kang,utk bahan pembelajaran
terima kasih
alhamdulillah, terima kasih... bermanfaat buat tugas dan ilmu saya
Artikel yang bagus, semoga Alloh SWT memberi barokah kepada Anda...
by :
layanan aqiqah solo
Barokallohufiyk...
Tauhid dibagi 3 adalah menyimpang dari ASWAJA
Di antara kekeliruan yang amat mendasar adalah
1. Tidak dimasukannya Sifat Maha Pendidik dan Maha Pengasih dan Penyayang sebagai Sifat utama Rububiyah Allah dalam pembahasan Tauhid Rububiyah. Sedangkan arti Robb dan Rububiyah sangat erat dengan makna Pendidik dan Kasih Sayang. Ini menyebabkan hilang sensitifitas penganutnya terhadap Allah sebagai Robb dengan Sifat utama Rububiyah yaitu Yang Maha Pendidik dan Pemelihara serta Yang Maha Pengasih Dan Penyayang.
https://pemudade.wordpress.com/2015/09/08/sifat-rahmat-kasih-sayang-adalah-sifat-utama-rububiyyah-allah/
2. Dengan definisi Sifat Rububiyah yang disebut di atas, keluar pernyataan bahwa orang kafir mengakui Tauhid Rububiyah sebagaimana orang beriman. Dalam Al Quran tidak ada pernyataan bahwa orang kafir mengakui Allah sebagai Robb mereka. Bahkan Al Quran menyatakan bahwa orang kafir mengakui robb-robb selain Allah.
https://pemudade.wordpress.com/2015/09/05/orang-kafir-mengakui-adanya-allah-bukan-sebagai-robb-mereka/
https://pemudade.wordpress.com/2015/10/07/al-quran-membantah-bahwa-orang-kafir-mengakui-tauhid-rububiya/
3. Namun dalam pembahasan Tauhid Asma Wa Sifat, metode pemahaman Asma dan Sifat Allah yang di satu sisi seolah-olah mempertahankan makna aslinya sedemikian rupa sehingga tidak mau bergeming dari mana zahirnya itu, sehingga misalnya menyifatkan Allah sebagai Nisyan (lupa) dan Makrun (menipu). Tetapi dalam memahami Sifat Rububiyah justru mengabaikan makna zahirnya yaitu Maha Pendidik dan Pemelihara serta Yang Maha Pengasih Dan Penyayang
https://pemudade.wordpress.com/2015/09/28/jika-seseorang-mengakui-allah-sebagai-robb-baginya/
Di antara kekeliruan ajaran membagi Tauhid menjadi 3 (Rububiyah, Uluhiyah, Asma wa Sifat) yang amat mendasar adalah
1. Tidak dimasukannya Sifat Maha Pendidik dan Maha Pengasih dan Penyayang sebagai Sifat utama Rububiyah Allah dalam pembahasan Tauhid Rububiyah. Sedangkan arti Robb dan Rububiyah sangat erat dengan makna Pendidik dan Kasih Sayang. Ini menyebabkan hilang sensitifitas penganutnya terhadap Allah sebagai Robb dengan Sifat utama Rububiyah yaitu Yang Maha Pendidik dan Pemelihara serta Yang Maha Pengasih Dan Penyayang.
https://pemudade.wordpress.com/2015/09/08/sifat-rahmat-kasih-sayang-adalah-sifat-utama-rububiyyah-allah/
2. Dengan definisi Sifat Rububiyah yang tidak memasukan Sifat Maha Mendidik/Memelihara dan Sifat Rahmat (Kasih Sayang) sebagai Sifat Utama Rububiyah Allah, keluar pernyataan bahwa orang kafir mengakui Tauhid Rububiyah sebagaimana orang beriman. Dalam Al Quran hanya ada pernyataan orang kafir mengakui adanya Allah tetapi bukan sebagai Robb bagi mereka. Bahkan Al Quran menyatakan bahwa orang kafir mengakui robb-robb selain Allah.
https://pemudade.wordpress.com/2015/09/05/orang-kafir-mengakui-adanya-allah-bukan-sebagai-robb-mereka/
https://pemudade.wordpress.com/2015/10/07/al-quran-membantah-bahwa-orang-kafir-mengakui-tauhid-rububiya/
3. Namun dalam pembahasan Tauhid Asma Wa Sifat, metode pemahaman Asma dan Sifat Allah yang di satu sisi seolah-olah mempertahankan makna aslinya sedemikian rupa sehingga tidak mau bergeming dari mana zahirnya itu, sehingga misalnya menyifatkan Allah sebagai Nisyan (lupa), Makrun (menipu daya), Istawa alal arsy (bersemayam di atas arasy). Tetapi dalam memahami Sifat Rububiyah justru mengabaikan makna zahirnya yaitu Maha Pendidik dan Pemelihara serta Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
https://pemudade.wordpress.com/2015/09/05/tauhid-rububiyyah-dalam-tauhid-3-bagian-melanggar-tauhid-al-asma-was-sifat/
https://pemudade.wordpress.com/2015/10/06/anomali-tauhid-asma-wa-sifat-yang-memahami-sifat-allah-sesuai-lafaz-zahir-asma-dan-sifat-allah-kecuali-sifat-rububiyah/
4. Kekeliruan membagi Tauhid menjadi tiga membawa kepada kerancuan dan kekacauan dalam kaidah mereka, yang memisahkan syahadat kepada Allah SWT dari syahadat kepada Rasulullah SAW.
https://pemudade.wordpress.com/2015/12/08/kekeliruan-membawa-kepada-kerancuan/
https://pemudade.wordpress.com/2015/11/22/anomali-pengikut-tauhid-3-serangkai-yang-percaya-dengan-ahlinya-kecuali-kepada-imam-mazhab/
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh akhy rahimakumullah, pembagian tauhid menjadi 3 ini tidak dikenal pada zaman Salafush Shalih (3 generasi kurun awal yang terbaik), coba datangkan satu keterangan saja dari para Sahabat Khulafaur Rasyidin/ Tabi'in/Tabi'ut Tabi'in yang menyatakan kesetujuan/ membolehkan pembagian trilogi tauhid ini.... Afwan, Wasallam....
Bismillah, berpegang teguh kepada Alquran dan sunnah dengan pemahaman dari generasi umat islam terbaik. terimakasih
Posting Komentar