Pertanyaan:
"Apakah perbuatan orang-orang
kafir telah tertulis di Lauh Mahfudz ? Apabila benar, maka bagaimana Allah
menyiksa mereka ..?"
Jawaban:
Benar, perbuatan orang-orang kafir
telah tertulis sejak zaman azali, bahkan perbuatan semua manusia telah tertulis
sejak dia berada di perut ibunya, sebagaimana tertuang dalam hadits shahih dari
Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu ia berkata ; Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam (yang benar lagi dibenarkan) bercerita kepada kami.
"Sesungguhnya salah seorang di
antara kamu dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya selama empat puluh hari
berbentuk nutfah, kemudian menjadi 'alaqah selama empat puluh hari pula,
kemudian menjadi mudhghah selama empat puluh hari pula. Lalu diutuslah kepadanya
seorang malaikat, dan diperintahkan dengan empat kalimat untuk menulis
rezekinya, ajalnya, amalannya, celaka atau bahagia."
Maka perbuatan orang-orang kafir telah
tertulis di sisi Allah Azza wa Jalla, telah diketahui oleh Allah 'Azza wa Jalla
sejak zaman azali dan orang yang berbahagia telah diketahui pula oleh Allah
sejak zaman azali. Akan tetapi barangkali ada yang bertanya-tanya bagaimana
mereka akan diadzab padahal Allah telah menetapkan atas mereka akan hal itu
sejak zaman azali?
Jawaban kami. Mereka disiksa karena hujjah telah
sampai kepada mereka, jalan kebenaran telah dijelaskan, lalu para rasul telah
diutus kepada mereka, kitab-kitabnyapun telah diuturunkan. Juga telah
dijelaskan petunjuk dan kesesatan dan mereka diberi motivasi untuk menempuh
jalan petunjuk, sekaligus menjauhi jalan yang sesat. Mereka memiliki akal dan
kehendak ; mereka memiliki kemampuan untuk berikhtiar. Oleh karena itu kita
mendapati orang-orang kafir ini dan juga selain mereka, berusaha meraih
kemaslahatan dunia dengan kehendak dan ikhtiarnya. Kita tidak mendapati
seorangpun dari mereka berupaya meraih sesuatu yang membahayakan di dunia atau
meremehkan dan bermalas-malasan dalam perkara yang bermanfaat baginya, lalu ia
mengatakan : ini telah tertulis sebagai jatahku. Maka selalunya setiap orang
akan berusaha meraih manfaat bagi dirinya.
Dengan demikian, seharusnya mereka
berusaha meraih manfaat dalam urusan-urusan agama mereka sebagaimana mereka
berusaha keras meraih manfaat dari urusan dunianya. Tidak ada perbedaan di antara
keduanya, bahkan penjelasan tentang kebaikan dan keburukan dalam urusan agama
di dalam kitab-kitab suci yang diturunkan kepada para rasul lebih banyak dan
lebih besar daripada penjelasan tentang urusan-urusan dunia. Maka kewajiban
mereka adalah menempuh jalan yang menghatarkannya kepada keselamatan dan
kebahagiaan, bukan menempuh jalan yang menyerempet mereka pada kebinasaan dan
kesengsaraan.
Kemudian kami katakan, ketika si kafir
memilih kekafiran sama sekali tidak merasa ada orang yang memaksanya. Bahkan
perasaannya mengatakan bahwa bahwa ia melakukan hal itu dengan kehendak dan
ikhtiarnya. Maka apakah ketika memilih kekufuran ia tahu apa yang telah
ditetapkan Allah untuk dirinya? Jawabannya, tentu tidak. Karena kita tidak
mengetahui bahwa sesuatu telah ditetapkan terjadi pada kita kecuali sesudah
terjadi. Adapun sebelum terjadi, kita tidak mengetahui apa yang telah
ditetapkan untuk kita karena hal ini termasuk perkara ghaib.
Selanjutnya, sekarang kami katakan
kepada orang itu : sebelum terjerumus kepada kekafiran, di depan anda ada dua
perkara ; hidayah dan kesesatan. Lalu mengapa anda tidak menempuh jalan hidayah
dengan anggapan bahwa Allah telah menetapkannya untukmu ? Mengapa anda menempuh
jalan sesat lalu setelah menempuhnya anda beralasan bahwa Allah telah
menetapkannya ? Kami tegaskan kepada anda sebelum memasuki jalan ini ; apakah
anda mempunyai pengetahuan bahwa hal ini telah ditetapkan kepadamu ? ia pasti
menjawab : "Tidak". Dan mustahil jawabannya : "Ya". Jadi
apabila ia mengatakan : "Tidak". Kami tegaskan lagi ; kalau begitu
mengapa anda tidak menempuh jalan hidayah seraya menganggap bahwa Allah telah
menetapkan hal itu kepadamu. Oleh karena itu, Allah Ta'ala berfirman.
"Maka tatkala mereka berpaling
dari kebenaran, Allah memalingkan hati mereka" (QS. Ash-Shaf : 5)
Allah Azza wa Jalla juga berfirman.
"Adapun orang yang memberikan
(hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang
terbaik (jannah). Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan
adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup. Serta mendustakan
pahala yang terbaik. Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang
sukar" (QS. Al-Lail :5-10)
Ketika Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahu para sahabat bahwa tidak ada
seorangpun kecuali telah dicatat tempat duduknya di jannah dan tempat duduknya
di neraka, para sahabat bertanya ; wahai Rasulullah, apakah kami boleh
meninggalkan amalan dan bersandar pada apa yang telah ditetapkan ? Beliau
bersabda.
"Tidak, beramallah kelian, karena
tiap-tiap orang dimudahkan kepada sesuatu yang diciptakan baginya"
Sesudah itu
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca firman Allah:
"Adapun orang yang memberikan
(hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang
terbaik. Maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun
orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup. Serta mendustakan pahala yang
terbaik. Maka kelak kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar".
Inilah jawaban kami atas pertanyaan
yang disampaikan oleh penanya tadi, dan betapa banyaknya orang yang beralasan
seperti tadi dari kalangan orang-orang yang sesat. Alangkah anehnya mereka
karena mereka sama sekali tidak pernah beralasan dengan yang semisal ini dalam
masalah-masalah dunia. Bahkan anda mendapati mereka menempuh sesuatu yang lebih
bermanfaat bagi mereka dalam persoalan-persoalan duniawi. Manakala dikatakan
kepada seseorang ; jalan yang ada dihadapanmu ini adalah jalan yang sulit lagi
rumit, di sana ada para pencuri dan banyak binatang buas, sedangkan ini jalan
kedua, jalan yang mudah, ringan dan aman, tidak mungkin seseorang menempuh
jalan yang pertama dan meninggalkan jalan yang kedua. Demikian pula dengan dua
jalan ; jalan neraka dan jalan jannah. Para rasul menjelaskan jalan ke jannah
lalu mereka mengatakan : inilah jalan ke jannah. Mereka juga mejelaskan jalan
ke neraka lalu menegaskan : inilah jalan menuju neraka. Mereka memperingatkan
dari jalan yang kedua dan menganjurkan untuk menempuh jalan pertama. Sementara
para pendurhaka beralasan dengan qadha Allah dan Qadar-Nya -padahal mereka
tidak mengetahuinya- atas kemaksiatan dan kejahatan yang mereka lakukan dengan
ikhtiarnya dan dalam hal ini mereka tidak memiliki hujjah di sisi Allah Ta'ala.
Rujukan:
Tanya Jawab Qadha dan Qadar, SyaikhMuhammad bin Shalih Al-Utsaimin.
Almanhaj.or.id
Diedit oleh Jundullah AbdurrahmanAskarillah
0 komentar:
Posting Komentar