Untukmu yang Dimabuk Asmara

12 Maret 2011

Gejolak cinta merupakan jenis penyakit hati yang memerlukan penanganan khusus. Disebabkan berbeda dengan jenis penyakit lain, baik dari segi bentuk, penyebabnya maupun terapinya. Jika telah menggerogoti kesucian hati manusia dan mengakar di dalam hati, sulit bagi para dokter mencarikan obat penawarnya dan penderitanya sulit disembuhkan
(Ibnul Qayyim al-Jauziyah)

Seseorang sudah tentu memiliki perasaan. Ya, perasaan yang berasal dari hati. Yang menandakan bahwa kita hidup, yang menandakan bagaimana kemuliaan kita sebagai manusia, yang menunjukkan bagaimana kita sebagai maklhuk yang sempurna. Ya, hati dan nafsu merupakan salah satu pemberian Allah yang paling besar. Bayangkan bila dunia ini berjalan namun sama sekali tidak ada perasaan dalam kehidupan. Bayangkan saja bila bumi ini berputar namun sama sekali tidak ada hati dalam setiap waktu. Maka bagaimanakah jadinya hidup ini?
            Setiap perasaan atau nafsu merupakan satu alat yang paling penting selain akal. Karena bila seluruhnya kita ukur lewat nalar belaka, maka tentu hidup ini tidak akan pernah seimbang, tidak akan pernah sempurna. Dalam setiap pengambilan keputusan, kita butuh dua komponen. Yaitu akal dan hati atau perasaan. Namun, bagaimana bila ternyata perasaan yang kita miliki telah terjangkit virus? Telah terkena wabah penyakit yang menular? Maka tentu saja hidup ini tidak lagi seimbang.
            Dan tentu saja dalam hal ini terdapat berbagai macam penyakit hati. Namun yang paling sering menjangkiti kita (terutama kawula muda) adalah mabuk asmara (al-Isyq).
            Ya, sebuah penyakit yang terasa indah oleh para pengidapnya. Membuat hidup ini serasa ringan tanpa beban hanya untuk yang dicinta. Sebuah virus yang dengan mudahnya merusak hati namun sering dianggap sebagai pengobat hati. Sebuah virus yang mampu merusak komponen dalam hati untuk melihat mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, hingga merusak akal sendiri.
            Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa cinta adalah satu hal yang paling mendasar dalam hidup, dan itu termasuk fitrah yang ditetapkan Allah kepada kita. Namun, ketika rasa cinta itu tidak bisa lagi kita kendalikan maka ia tidak hanya merenggut hati kita, namun juga merenggut akal pikiran, martabat dan kehormatan, bahkan tidak sedikit yang rela meregang nyawa demi menunjukkan bagaimana dalamnya cinta pada dzat yang sangat dicintainya.
            Mabuk Asmara
            Mengapa seseorang dimabuk asmara? Karena kondisi hatinya yang rapuh yang terus-terusan berangan-angan. Yang selalu terbang entah ke mana ketika bertemu dengan yang dicintai. Satu hal yang paling sering terjadi pada yang dimabuk asmara ketika dirinya tidak lagi dapat menahan dirinya untuk terus membayangkan masa depan dengan yang dicinta. Hingga membuat akal dan perbuatannya rusak karena keruhnya hati dengan cinta yang berlebihan. Tentu saja bahayanya banyak. Diantaranya,
            Yang pertama, akal menjadi rusak
            Seperti yang telah disebutkan, bahwa meski cinta yang dianggap indah itu membuat hati menjadi berbunga-bunga, namun tidak dengan akalnya. Ia rela melakukan apa saja demi memenuhi cintanya. Tidakkah ini perbuatan yang hina? Akal yang seharusnya sehat menjadi sakit ketika bertemu dengan panah asmara. Ia tidak bisa lagi berpikiran jernih karena begitu banyaknya godaan yang mengatasnamakan cinta.
            Yang kedua, keikhlasan dipertanyakan
            Sudah menjadi tradisi kuno ketika orang-orang berlomba menunjukkan kebolehannya di hadapan yang dicinta agar membalaskan cintanya. Dan hal inilah yang paling berbahaya. Ketika seseorang yang telah dikuasai nafsunya itu ingin melakukan amalan, namun niatnya tidaklah ditujukan untuk Allah namun untuk kekasihnya, maka ini adalah salah satu bentuk kesyirikan kepada Allah meskipun berskala kecil (riya). Dan ini adalah hal yang sangat tercela dan membahayakan.

Maukah kamu kuberitahu tentang sesuatau yang menurutku lebih aku khawatirkan terhadap kalian daripada (fitnah) Al masih Ad Dajjal? Para sahabat berkata, “Tentu saja”. Beliau bersabda, “Syirik khafi (yang tersembunyi), yaitu ketika sesorang berdiri mengerjakan shalat, dia perbagus shalatnya karena mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya
(HR. Ahmad, dihasankan oleh Al-Albani)

            Ya, ketika kita memperbagus amalan kita namun ditujukan untuk dzat lain selain Allah, maka hal ini adalah satu hal yang sangat berbahaya. Bahkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam takut akan riya dalam ummatnya dibandingkan fitnah Dajjal.        
            Yang Ketiga, Menjauhkan diri dari Allah
            Suatu hal yang sangat lumrah ketika dzat yang kita cintai maka kita akan lebih condong dekat kepadanya. Dan ketika cinta kita kepada makhluk sangatlah besar, maka bagaimana rasa cinta kita kepada Allah? Ketika kita berusaha untuk semakin dekat kepada kekasih, maka di sisi lain kita telah menjauh dari Allah.\
            Hati ini butuh ruang untuk cinta. Dan hati butuh akan prioritas cinta kita di dunia. Karena sesungguhnya dunia adalah medan pertaruhan cinta. Dan ketika hati kita menjadi sesak karena mabuk asmara, maka bagaimana nasib rasa cinta kita kepada Allah? Apakah rasa cinta kita kepada Allah akan terdesak begitu saja? Atau bahkan jangan-jangan cinta kita kepada Allah akan tersingkir dari qalbu kita –Na’udzubillah min dzalik-
            Yang keempat, menjurus kepada zina.

Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperolehnya hal itu, tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina, zinanya dengan memandang. Kedua telinga itu berzina, zinanya dengan mendengarkan. Lisan itu berzina, zinanya dengan berbicara. Tangan itu berzina, zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina, zinanya dengan melangkah. Sementara itu, hati berkeinginan dan beranganangan sedangkan kemaluan yang membenarkan itu semua atau mendustakannya
(HR Muslim)

            Bagaimana mungkin orang yang dimabuk asmara akan lepas dari salah satu zina yang disebutkan dalam hadits ini?
            Dan masih banyak lagi dampak negatifnya
            Bagaimana Mengatasinya?
            Sebagai salah satu jenis penyakit, tentulah al-isyq dapat disembuhkan dengan terapi-terapi tertentu. Diantara terapi tersebut ialah sebagai berikut,
Jika terdapat peluang bagi orang yang sedang kasmaran tersebut untuk meraih cinta orang yang dikasihinya dengan ketentuan syariat dan suratan taqdirnya, maka inilah terapi yang paling utama. Sebagaimana terdapat dalam sahihain dari riwayat Ibn Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

Hai sekalian pemuda, barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka hendaklah dia menikah. Barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah berpuasa. Karena puasa dapat menahan dirinya dari ketergelinciran (kepada perbuatan zina).
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini memberikan dua solusi, utama, dan pengganti. Solusi pertama adalah menikah. Jika solusi ini dapat dilakukan, maka tidak boleh mencari solusi lain. Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

Aku tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi selain melalui jalur pernikahan.
(HR. Ibnu Majah)

Inilah tujuan dan anjuran Allah untuk menikahi wanita, baik yang merdeka ataupun budak dalam firmanNya.

Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.
(QS An Nisa : 28)

Allah menyebutkan dalam ayat ini keringanan yang diberikan terhadap hambaNya. Dan Allah mengetahui kelemahan manusia dalam menahan syahwatnya, sehingga memperbolehkan menikahi para wanita yang baik-baik dua, tiga ataupun empat. Sebagaimana Allah memperbolehkan mendatangi budak-budak wanita mereka. Sampai-sampai Allah membuka bagi mereka pintu untuk menikahi budak-budak wanita jika mereka membutuhkannya sebagai peredam syahwat. Demikianlah keringanan dan rahmatNya terhadap makluk yang lemah ini..
Jika terapi pertama tidak dapat dilakukan akibat tertutupnya peluang menuju orang yang dikasihinya karena ketentuan syar’i dan takdir, maka penyakit ini bisa semakin ganas. Adapun terapinya harus dengan meyakinkan pada dirinya, bahwa apa-apa yang diimpikannya mustahil terjadi. Lebih baik baginya untuk segera melupakannya. Jiwa yang telah memutus harapan untuk mendapatkan sesuatu, niscaya akan tenang dan tidak lagi mengingatnya. Jika ternyata belum terlupakan, dapat mempengaruhi keadaan jiwanya hingga semakin menyimpang jauh.
Dalam kondisi seperti ini wajib baginya untuk mencari terapi lain. Yaitu dengan mengajak akalnya berfikir, bahwa menggantungkan hatinya kepada sesuatu yang mustahil dijangkaunya itu ibarat perbuatan gila. Ibarat pungguk merindukan bulan. Bukankah orang-orang akan mengganggapnya termasuk ke dalam kumpulan orang-orang yang tidak waras?
Apabila kemungkinan untuk mendapatkan apa yang dicintainya terhalang karena larangan syariat, maka terapinya yaitu dengan mengangap bahwa yang dicintainya itu bukan ditakdirkan menjadi miliknya. Jalan keselamatan ialah dengan menjauhkan dirinya dari yang dicintainya. Dia harus merasa bahwa pintu ke arah yang diingininya tertutup, dan mustahil tercapai.
Jika ternyata jiwanya yang selalu menyuruhnya kepada kemungkaran masih tetap menuntut, hendaklah dia mau meninggalkannya karena dua hal.
Pertama : Karena takut (kepada Allah). Yaitu dengan menumbuhkan perasaan, bahwa ada hal yang lebih layak dicintai, lebih bermanfaat, lebih baik dan lebih kekal. Seseorang yang berakal jika menimbang-nimbang antara mencintai sesuatu yang cepat sirna dengan sesuatu yang lebih layak untuk dicintai, lebih bermanfaat, lebih kekal dan lebih nikmat, tentu akan memilih yang lebih tinggi derajatnya. Jangan sampai engkau menggadaikan kenikmatan abadi yang tidak terlintas dalam pikiranmu menggantikannya dengan kenikmatan sesaat yang segera berbalik menjadi sumber penyakit. Ibarat orang yang sedang bermimpi indah, ataupun berkhayal terbang melayang jauh, maka ketika tersadar ternyata hanyalah mimpi dan khayalan. Akhirnya sirnalah segala keindahan semu. Yang tertinggal hanyalah keletihan, hilang nafsu dan kebinasaan menunggu.
Kedua : Keyakinan bahwa berbagai resiko yang sangat menyakitkan akan ditemuinya jika gagal melupakan yang dikasihinya. Dia akan mengalami dua hal yang menyakitkan sekaligus. Yaitu : gagal mendapatkan kekasih yang diinginkannya, serta bencana menyakitkan dan siksa yang pasti akan menimpanya. Jika yakin bakal mendapatkan dua hal menyakitkan ini, niscaya akan mudah baginya meninggalkan perasaan ingin memiliki yang dicinta. Dia akan bepikir, bahwa sabar menahan diri itu lebih baik. Akal, agama , harga diri dan kemanusiaannya akan memerintahkannya untuk bersabar, demi mendapatkan kebahagiaan abadi. Sementara kebodohan, hawa nafsu, kedzalimannya akan memerintahkannya untuk mengalah mendapatkan apa yang dikasihinya. Sungguh, orang yang terhindar ialah orang-orang yang dipelihara oleh Allah.
Jika hawa nafsunya masih tetap ngotot dan tidak menerima terapi tadi, maka hendaklah berfikir mengenai dampak negatif dan kerusakan yang akan ditimbulkannya segera, dan kemasalahatan yang akan gagal diraihnya. Sebab mengikuti hawa nafsu dapat menimbulkan kerusakan dunia dan menepis kebaikan yang bakal diterimanya. Lebih parah lagi, dengan memperturutkan hawa nafsu ini akan menghalanginya untuk mendapat petunjuk yang merupakan kunci keberhasilan dan kemaslahatannya.
Jika terapi ini tidak mempan juga untuknya, hendaklah dia selalu mengingat sisi-sisi keburukan kekasihnya dan hal-hal yang dapat membuatnya menjauh darinya. Jika dia mau mencari-cari kejelekan yang ada pada kekasihnya, niscaya dia akan mendapatkannya lebih dominan daripada keindahannya. Hendaklah dia banyak bertanya kepada orang-orang yang berada disekeliling kekasihnya tentang berbagai kejelekannya yang belum diketahuinya. Sebab sebagaimana kecantikan sebagai faktor pendorong seseorang untuk mencintai kekasihnya, maka demikian pula kejelekan merupakan pendorong kuat agar dapat membenci dan menjauhinya. Hendaklah dia mempertimbangkan dua sisi ini dan memilih yang terbaik baginya. Jangan terperdaya karena kecantikan kulit, dan membandingkannya dengan orang yang terkena penyakit sopak atau kusta. Tetapi hendaklah dia memalingkan pandangannya kepada kejelelekan sikap dan perilakunya. Hendaklah dia menutup matanya dari kecantikan fisik dan melihat kepada kejelekan yang diceritakan mengenai hatinya.
Jika terapi ini masih saja tidak mempan baginya, maka terapi terakhir yaitu mengadu dan memohon dengan jujur kepada Allah penolong orang-orang yang ditimpa musibah jika memohon kepadaNya. Hendaklah dia menyerahkan jiwa sepenuhnya di hadapan kebesaranNya sambil memohon, merendahkan dan menghinakan diri. Jika dia dapat melaksanakan terapi akhir ini, maka sesungguhnya dia telah membuka pintu taufik (pertolongan Allah). Hendaklah dia berbuat iffah (menjaga diri) dan menyembunyikan perasaannya. Jangan menjelek-jelekkan kekasihnya dan mempermalukannya di hadapan manusia ataupun menyakitinya. Sebab hal tersebut merupakan kedzaliman dan melampaui batas.
Sementara itu, terapi alternatif lainnya adalah menjauhkan diri dari musik. Sebagaimana disebut oleh Abdullah bin Mas’ud

Musik adalah mantra-mantra zina
-Abdullah bin Mas’ud-

            Musik mampu memengaruhi emosi kita. Karena musik adalah hal yang mampu mengubah hati kita. Hati yang kecanduan musik niscaya menjadi hati yang rapuh. Dan untuk menguatkan hati, maka jauhilah musik yang telah disepakati keharamannya oleh para ulama.
Wallahu a’lam.
(Dari berbagai sumber)

Artikel Terkait



1 komentar:

  • wahyudin

    cinta itu bisa diraih......saya percaya itu....jangan membual terlalu banyak,,,,,pusing,,,,

  • Posting Komentar