Menyoal Salafi: Sebuah Catatan Opini, Pengalaman, dan Kritik

30 April 2013 21 komentar
Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya kemudian generasi sesudahnya lagi.
(HR. Bukhari, Ahmad, Ibnu Abi ‘Ashim, dan Tirmidzi)

Prolog

Tulisan ini terinspirasi dari sebuah obrolan ringan penulis dengan teman-temannya mengenai pergerakan dan dinamika dunia Islam yang sedang terjadi saat ini. Obrolan-obrolan itu mengalir begitu saja membahas berbagai masalah keIslaman. Hingga akhirnya sampai kepada gerakan-gerakan dakwah. Kita, dalam hal ini kaum muslimin Indonesia, telah mengenal berbagai gerakan-gerakan dakwah seperti misalnya Hizbut Tahrir (HT), tarbiyah (yang juga diusung oleh salah satu partai politik di Indonesia), hingga yang namanya gerakan Salafi.

Ketika bicara Salafi, teman-teman penulis mulai mengutarakan pendapatnya tentang gerakan ini. Tapi kebanyakan yang muncul adalah stigma negatif, seperti Salafi itu memonopoli masjid, mengeksklusifkan diri, keras, dan sebagainya. Intinya kebanyakan opini mereka hampir sama dengan opini umum publik terhadap gerakan yang dinamai Salafi ini, yang dinyatakan sebagai gerakan ekstrimis, eksklusif, mudah memvonis, dan yang lainnya.