Hukum Menghancurkan Tempat Maksiat

20 Juli 2011 0 komentar
Pertanyaan:
Apakah kami (orang awam atau masyarakat biasa, ed) diperbolehkan merubah kemungkaran dengan kekuatan tangan, seperti menghancurkan lokasi-lokasi pelacuran dan mabuk-mabukan, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin di Indonesia?
Jawaban:
Ini tidak boleh! Bahkan ini termasuk kemungkaran tersendiri. Merubah kemungkaran dengan kekuatan tangan merupakan hak Waliyul Amr (umara/pemimpin atau yang berwenang.ed). Tindakan melampaui batas yang dilakukan oleh sebagian orang terhadap tempat-tempat maksiat, (yakni) dengan menghancurkan dan membakarnya, atau juga tindakan melampaui batas seseorang dengan melakukan pemukulan, maka ini merupakan kemungkaran tersendiri, dan tidak boleh dilakukan.

Download Ebook Ulama Ahlussunnah Gratis

12 Juli 2011 0 komentar
Para pembaca sekalian yang semoga dirahmati Allah, dalam rangka menyebarkan kebaikan dan dakwah Islam kepada segenap ummat, serta menyebarluaskan ilmu bermanfaat yang semoga mampu membentuk karakter ummat bermanhaj salafushshalih, maka kali ini kami akan berbagi beberapa ebook Islami gratis karya ulama-ulama ahlussunnah yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Tidak banyak memang, tapi insya Allah berbobot dan penuh ilmu. Dan semoga ebook yang didownload mampu dirasakan manfaatnya.
            Untuk mendownload, silakan langsung klik judul ebooknya.

Siapa Bilang Malam Nisfu Sya'ban itu Bid'ah? (Kupas Tuntas Hukum Nisfu Sya'ban)

8 Juli 2011 70 komentar
Segala puji hanyalah bagi Allah yang telah menyempurnakan agama-Nya bagi kita, dan mencukupkan nikmat-Nya kepada kita, semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam pengajak ke pintu tobat dan pembawa rahmat.
Amma ba'du:
Sesungguhnya Allah telah berfirman,
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku ridhai Islam sebagai agama bagimu." (QS. Al-Maidah: 3)
"Apakah mereka mempunyai sesembahan-sesembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diridhai Allah? Sekirannya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka sudah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu akan memperoleh adzab yang pedih." (QS. Asy-Syura': 21)

Kupas Tuntas Kitab Ihya Ulumuddin

7 Juli 2011 168 komentar
Siapa yang tidak mengenal kitab Ihya Ulumuddin? Ya, kitab hasil karya Imam Abu Hamid Al-Ghazali yang sering dijadikan sebagai sandaran dan rujukan bagi sebagian ummat Islam terutama di Indonesia. Imam Al-Ghazali sering sekali dianggap sebagai ahli filsafat Islam dan ilmu kalam. Dan kitabnya yang berjudul Ihya Ulumuddin itu pun dianggap sebagai ‘masterpiece’ Imam Al-Ghazali dalam hal imu kalam dan filsafat. Namun, bagaimanakah sebenarnya kitab Ihya Ulumuddin dalam timbangan para ulama?
     Sekilas Biografi Imam Al-Ghazali
  Karena pembahasan kali ini adalah tentang kitab Ihya Ulumuddin, maka biografi Imam Al-Ghazali pun hanya sekilas. Beliau dilahirkan di Thus, Khurasan (sekitar Irak-Iran.red) pada tahun 450 H. Sempat mengajar di Baghdad lalu menetap di Damaskus beberapa lama. Kemudian pindah ke Baitul Maqdis, lalu ke Mesir dan tinggal beberapa lama di Iskandariyah. Kemudian kembali lagi ke Thus.

Ajak, Ajaklah Aku ke Surga!

6 Juli 2011 0 komentar
Demi Dzat yang matahari tunduk padaNya
Ajak, ajaklah aku ke surga
Ku tak ingin kebersamaan ini hanya di dunia
Karena ku ingin di alam jannah kita ‘kan jumpa

Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya
Ajak, ajaklah aku ke surga
Jika dunia tempat menanam cinta
Maka akhiratlah tempat menuainya

Demi Dzat tempat seluruh makhluk menghamba
Ajak, ajaklah aku ke surga
Relakah engau di surga dimanja
Namun tambatan hatimu disiksa di neraka?

Demi Dzat yang membuat rindu di hati manusia
Ajak, ajaklah aku ke surga
Aku rindu cintamu yang dahaga
Cinta ahli surga dan bukan ahlul ahwa.

Untukmu yang Terasingkan

5 Juli 2011 3 komentar

Akan datang suatu zaman kepada manusia di mana orang yang memegang agamanya ibarat orang yang menggenggam bara api
(HR Tirmidzi no. 2140)
Hidup di zaman sekarang memang rasanya sulit. Berjuang di tengah kondisi yang semakin parah, ditambah hegemoni hedonis di seluruh dunia. Menebar fitnah menggoyahkan iman. Membuat satu pertaruhan bagi diri seorang muslim: tetap teguh dalam keIslaman mereka atau tidak.
            Terjebak di antara arus zaman, memang menjadi sebuah pilihan sulit. Ketika dunia berjalan semakin berlawanan arah dengan agama, maka dituntut oleh tiap diri masing-masing untuk ikut memilih, terseret arus atau melawan arus.
           Sebenarnya problematika ini bukanlah terjadi di zaman ini saja, tidak hanya ada pada kondisi sekarang. Ya,semua kisah ini. Kisah antara keterasingan yang Haq dan yang bathil, pertentangan yang benar dan yang salah telah terjadi semenjak yang haq itu ada. Semenjak Adam diciptakan dan Iblis yang inkar kepada Allah masih berada di langit sana. Ketika itu Iblis berkata,

Khilafiyah Jadi Masalah?

4 Juli 2011 1 komentar
Barangsiapa tidak mengetahui perselisihan ‘ulama, hidungnya belum mencium bau fiqh.
(Qatadah, dimuat dalam Jami’ Bayanil Ilmi, Ibnu Abdil Barr 2/814-815)
Sungguh heran kebiasaan ummat ini di zaman sekarang. Ketika dikatakan sesuatu yang benar maka terkadang mereka mengelak. Ketika dikatakan pendapat yang benar dan yang kuat adalah pendapat ini maka mereka mengatakan bahwa itu hanya satu pendapat saja, karena ulama Islam banyak jadi jangan Cuma ngambil satu aja.
Subhanallah, itukah sikap seorang muslim? Yang menggampangkan masalah khilafiyah (perbedaan pendapat) agar melakukan semau dia? Agama ini bukanlah agama yang tidak jelas, Islam bukanlah agama yang penuh perselisihan. Kaum muslimin adalah kaum yang berdiri di atas keteguhan akan nilai kebenaran yang mutlak dan absolut. Yaitu mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan penafsiran salafushshalih. Itu saja! Standar kebenaran dalam Islam itu mudah, namun mengapa begitu banyak kaum muslimin yang sampai saat ini belum paham?

Bolehkah Berdiri Untuk Menyambut Orang yang Datang?

3 Juli 2011 0 komentar
Pertanyaan: 
Ketika seseorang masuk, sementara kami sedang duduk di suatu majlis, para hadirin berdiri untuknya, tapi saya tidak ikut berdiri. Haruskah saya ikut berdiri, dan apakah orang-orang itu berdosa?  
Jawaban:
Bukan suatu keharusan berdiri untuk orang yang datang, hanya saja ini merupakan kesempurnaan etika, yaitu berdiri untuk menjabatnya (menyalaminya) dan menuntunnya, lebih-lebih bila dilakukan oleh tuan rumah dan orang-orang tertentu. Yang demikian ini termasuk kesempurnaan etika. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berdiri untuk menyambut Fathimah, Fathimah pun demikian untuk menyambut kedatangan beliau. (HR. Abu Daud dalam al-Adab (5217); At-Tirmidzi dalam al-Manaqib (3871)).